Sejarah
Filsafat
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Filsafat
Desen
Pengampu :
Oleh
:
Linda
Alfi Lutfinda : 210067
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
KUDUS
JURUSAN SYARI’AH / AS
TAHUN 2011
Sejarah
filsafat
Menurut catatan
para sejarawan, orang yang pertama kali menggunakan istilah filsafat adalah
Pythagoras dari Yunani yang lahir antara 582-496 SM. Pada waktu itu, arti
filsafat belum begitu jelas. Kemudian, pengaertian filsafat itu diperjelas
seperti yang banyak dipakai sekarang ini. Setelah filsafat pertama kali dipakai
oleh kaum sophist (ahli debat) dan Socrates (470-399 SM) yang merupakan murid
dari Plato (472-347) dan Aristoteles (384_322)[1].
Berbeda dengan Al-Farabi yang mengatakan bahwa filsafat adalah silsilah dari
keturunan Timur. Ilmu ini (filsafat Yunani) dahulu kala berada diantara orang
Chaldea, yakni penduduk Irak, kemudian sampai ke rakyat Mesir dan dari negeri
ini sampai ke Yunani. Di Yunani ilmu ini menetap beberapa lama sampai kemudian
diteruskan ke Syiria dan kemudian jatuh ke tangan orang-orang Arab[2].
·
Pengertian filsafat
Istilah
Filsafat dapat ditinjau dari dua segi
yakni:
a.
Segi semantik:
perkataan filsafat berasal dari kata Arab falsafah yang berasal dari bahasa
Yunani, philosophia yang berarti, philos = cinta, suka (loving), dan shopia =
pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi philosophia berarti cinta kepada kebenaran.
Maksudnya, setiap orang cinta kepada pengetahuan disebut philosopher, dalam
bahasa Arabnya failasuf. Pecinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan
pengetahuan sebagai tujuan hidupnya, atau dengan perkataan lain, mengabdikan
dirinya kepada pengetahuan.
b.
Segi praktis:
dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti alam pikiran atau alam berfikir. Berfilsafat adalah berfikir secara
mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa: setiap manusia adalah filsuf. Semboyan
ini benar juga, sebab semua manusia berfikir. Akan tetapi, secara umum semboyan
itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berfikir adalah filsuf.
Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan
sungguh-sungguh dan mendalam. Tegasnya: filsafat adalah hasil akal seorang
manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya.
Dengan kata lain: filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh
hakikat kebenaran segala sesuatu[3].
Sejarah
perkembangan filsafat
Auguste Comte menerangkan, bahwa tiap-tiap pribadi atau bangsa
tumbuh dalam tiga tingkat kemajuannya : pertama, tingkat agama atau dogma, dimana
manusia menerima keyakinan dari mulut ke mulut dan menjalankannya, kedua,
tingkat filsafat, dimana manusia
menggunakan pikirannya untuk memikirkan, apakah yang menjadi hakekat kebenaran,
dan yang ketiga, tingkat ilmu pengetahuan,
dimana manusia yang menggunakan pikiran itu sudah sampai kepada tingkat yakin,
dan bahwa yang diyakini itu adalah kebenaran yang mutlak.
Meskipun ucapan Comte ini tidak seluruhnya benar, tetapi tidak
dapat kita sangkal bahwa agama-agama itu telah lebih dahulu lahir ke dunia darp
pada filsafat. Sejarah tertua dari pada perkembangan filsafat ini kita dapati
di Timur, di India dan di China, di Persi dan di Mesir bahkan di Arab dan
lain-lain. Jika filsafat itu berarti pemikiran mengenai tiga pokok persoalan
besar, yaitu mengenai manusia, yang dinamakan alam kecil, mengenai kosmos atau
kaum, alam cakrawala yang luas, dan mengenai zat pencipta, yang menjadikan
segala-galanya itu, sejak dahulu di daerah-daerah yang disebut di atas,
sebenarnya manusia sudah berfilsafat, karena sudah menggunakan pikirannya
tentang tiga persoalan tersebut. Dalam kalangan orang Hindu sejak dahulu kala
telah lahir ajaran, bahwa dunia ini dijadikan Brahmana, bahwa ajaran Atman
mengajarkan, jiwa itu baru tenang, jika ia sudah berpadu dengan yang satu.
Filsafat vedenta menerangkan bahwa alam yang kelihatan ini, alam bayangan,
terletak dalam selubung Maya. Di China kita dapati enam abad sebelum masehi,
Lao mengajarkan zat pencipta adalah Tao, yang tidak bernama, dan yang dari pada
Tao itu lahirlah pencipta bumi danpencipta segala kebijakan. Dalam abad yang
sama terdapat di Persia agama Xuruaeter (Zarathustra) yang memulai ajaran
keyakinannya dengan menerangkan ada pertentangan yang abadi dari benda pokok
Ormuzd dan Ahriman, sedang di Mesir pendeta-pendeta mencari hakekat kebenaran
hidup dalam tulisan-tulisan pyramida. Jauh sebelum filsafat Yunani lahir,
orang-orang Arab telah mempelajari kosmos dan telah menyembah matahari dan
bulan. Semua itu terjadi jauh sebelum filsafat Yunani lahir ke dunia. Oleh karena
itu tidaklah dapat dikatakan, bahwa sejarah pertumbuhan filsafat dimulai dari
pertumbuhan filsafat Yunani.
Kelebihan Yunani hanya karena catatan yang di perbuatnya karena
mereka telah mengetahui huruf. Karangan-karangan ini kemudian dipelajari oleh orang
Arab sesudah mengenal huruf dalam zaman Islam, dipeliharanya, disalinnya ke
dalam bahasa Arab, dibahas dan diperbaikinya. Diantara lain kita sebagai
contoh, bagaimana Ibn Ruzjd dan Ibn Sina mempelajari karangan Plato, yang
diberi nama juga “Al Madinatul Fadhilah”, mengenai pembentukan republik yang
adil.
Tiap-tiap manusia mempunyai pandangan sendiri tentang kehidupan,
baik mengenai asal atau kesudahannya, baik mengenai pertumbuhan dan hidup di
dunia atau kelanjutan hidup di akhirat, keabadian jiwanya, kebajikan dan
kejahatan. Tidak boleh tidak persoalan-persoalan ini akan menggerakan pikiran
setiap manusia dalam tiap zaman dan berakhir kepada suatu pendapat, baik salah
atau benar menurut masing-masing penangkapan manusia.
Maka dapatlah kita katakan, bahwa tiap-tiap manusia, selama ia
memikirkan tentang kehidupan, adalah seorang filsuf.
Filsafat itu adalah sesuatu yang terletak di tengah-tengah di
tengah-tengah antara agama dan ilmu. Ia menyerupai agama dari satu pihak,
karena segala yang dipikirkannya harus dengan yakin, ia menyerupai ilmu pada
pihak yang lain, karena menghendaki keputusan akal bukan hanya berdasarkan
taqlid dan wahyu saja. Oleh karena ilmu hanya dicapai dengan pengenalan
ma’rifat yang terbatas, sedang agama dengan keyakinan yang dituntun dengan
pengenalan yang terbatas itu diantara ilmu dan agama tersebut, itulah filsafat.
Maka dapatlah kita katakan, bahwa tujuan filsafat itu ada dua
perkara, pertama memandang keadaan
hidup dengan sempurna-sempurnanya dan dalam keseluruhannya, kedua, memecahkan kesukaran-kesukaran
yang terdapat diantara ilmu dan agama.
Meskipun demikian, kemajuan filsafat Yunani dalam masanya tidak
dapat kita hilangkan begitu saja. Pikiran-pikiran yang tumbuh dalam masa Yunani
telah mempengaruhi filsafat Arab atau filsafat Islam, melalui pikiran-pikiran
Aristoteles, Plato, dan Platonisme-Baru, yang semuanya merupakan guru-guru yang
sangat giat mempelajari persoalan-persoalan mengenai hakekat manusia dan alam.
Pikiran-pikiran ini kemudian merupakan juga persoalan umum dalam filsafat dari
aliran baru, seperti yang digerakkan oleh Bacon, Descartes, Spinoza dan Kant.
Kita lihat pula banyak buah-buah pikiran ahli filsafat Barat ini yang
mempengaruhi pendirian Farabi, Ibn Sina, Ghazali dan Ibn Rusjd. Hal ini pernah
dijelaskan oleh Mustafa Abdul Razzak dalam pidato-pidatonya yang berharga
mengenai filsafat di Universitas Mesir dalam tahun 1927, kemudian dalam tahun
1944 disiarkan kembali dengan lengkap dalam sebuah kitab yang berharga, bernama
“At-Tamhid li Tarikhil Falsafatil Islamiyah”.[4]
Orang bertanya, mengapa ada filsafat Islam dan apa isinya?
Sebenarnya filsafat Islam tidak ada, Al-Qur’an sebagai wahyu sudah sampai
ketingkat ilmu yang tidak dapat digoyahkan lagi oleh keragu-raguan, mengenai
insan, mengenai kaum atau cakrawala dan mengenai konsepsi keyakinan bertuhan,
bernabi, dll. Tetapi yang ada ialah filsafat Qur’an, yaitu filsafat atau
menggunakan pikiran untuk memahami segala sesuatu mengenai tiga perkara
tersebut, yang terdapat dalam Al-Qur’an. Di dalam Al-Qur’an akan didapati apa
zat pencipta yng sebenarnya dan bagaimana sifat-sifatnya. Begitu juga akan
didapati bahwa ciptaan tidak terlepas dari pada aturan-aturan yang berasal dari
pada pencipta alam dan manusia itu sendiri.
·
Filsafat kuno/lama
Sejarah
filsafat lama membawa kita ke Timur ke India dan China, ke Persia dan Mesir, di
Iran dan di India, kira-kira 1200-1000 SM.
Bukti perkembangan pemikiran pada filsafat kuno/lama:
1.
India: di
kalangan orang-orang Hindu sejakdahulu dikenal ajaran bahwa dunia ini
diciptakan oleh Brahmana. Juga ajaran Atman mengungkapkan bahwa jiwa bisa
tenang apabila sudah berpadu dengan yang satu.
2.
China: pada
enam abad sebelum masehi, Lao mengajarkan bahwa zat Pencipta adalah Tao, yang
tidak bernama, dan dari Tao dapat lahir lagi pencipta bumi dan pencipta segala
kebaikan.
3.
Persia:
terdapat agama Zarathustra. Hal ini terjadi pada abad keenam sebelum Masehi.
Ajarannya adalah tentang adanya pertentangan abadi dari benda pokok yaitu Ormudz dan Ahriman.
4.
Mesir: para
pendeta mencari hakikat kebenaran hidup yang terdapat dalam tulisan-tulisan
piramide.
Tokoh-tokohnya:
·
Socrates
(470-399 SM)
Socrates menentang kebenaran subyektif dan menemukan kebenaran
obyektif (umum) dan membaginya menjadi 2: Dialetika dan induktif.
·
Plato (427-347
SM)
Menemukan kebenaran obyektif berdasarkan dengan “pengamatan” yaitu
gerak/ berubah dan fenomena Aristoteles tetap (nomena).
·
Aristoteles
(384-322 SM)
Membagi kebenaran menjadi 2:
1.
Kategori:
pengertian yang mengandung substansi sesuatu
2.
Logika
(formil/tradisional)
·
Filsafa abad pertengahan
Ciri-ciri:
1.
Skolostik (1500tahun)
2.
Teosenteis/agama
Di abad
pertengahan seluruh aktivitas dikendalikan oleh Greja. Masa ini juga disebut
dengan masa kegelapan. Segala setuatu hanya dikendalikan oleh greja bahkan di
masa ini greja mengeluarkan sertivikat penebusan dosa-dosa dengan membayar
sejumlah uang sebagai gantinya. Pada masa inilah terjadinya perang salib
(selama 1 abad) antara islam dan kristen. Secara fisik umat kristen yang menang
namun dilihat secara wilayah islamlah yang menang. Namun karena perang inilah
banyak buku-buku ilmu-ilmu pengetahuan milik umat islam yang dibawa lari
tentara barat, kemudian mereka kembangkan sampai saat ini dan diakui mereka
sebagai ilmu penemuan mereka. Pada abad ke 16 mulai terjadilah “konolism”,
terjadi perang ekonomi (penjajahan).
Tokoh-tokohnya:
1.
Platinus
Konsep transender:
·
The one :
a.
Realitas yang tidak mungkin dipahami akal
b.
Puncak semua yang ada cahaya dan segala cahaya
c.
Pencipta semua yang ada
·
The mind: Gambaran Tuhan dalam pikiran,
masing-masing pikiran akan membentuk “peta kogmitive”
Contoh: tsunami di Jepang
·
The soul/jiwa keTuhanan: Dalam dunia
transender—di luar dunia
Yang plural hanya satu jiwa
2.
Agustinus
(354-430 SM)
Menggagas tentang penguatan beragama yang
dilatar belakangi 3 hal:
1.
Apologis: bersifat emosional
2.
Telement: bersifat motivation/innate idias
3.
Origen: Tuhan itu transender, tidak cukup dipahami
dengan akal
3.
Anselnus (1033-1109 M)
4.
Thomas aquinus (1225-1274 M)
Agama dan filsafat, dua hai ini
bersama-sama meninggal dunia.
-
Mimpi dan kenyataan hampir sama, menurut Rene
Descarter mimpi dan kenyataan itu hampir tidak bisa dibedakan dan mimpi adalah
alam gaib.
Persamaan:
·
Menurut mereka iman adalah tidak rumit
(sederhana)
·
Masa ini muncul Neoplatinusme, yang terbagi
menjadi 2:
1.
Obyek = ide
2.
Obyek Tuhan/Transender
·
Menata pola Apolitis dibangun menjadi rasional
(difilsafatkan)
Seperti dominasi greja yang diprotes banyak
orang kristen maka terpecahlah umat kristen menjadi 2 aliran:
1.
Katolik
2.
Protestan
·
Filsafat modern/filsafat baru
Pada masa ini disebut juga dengan masa “Renaissance”
atau masa pencerahan. Di masa sebelumnya banyak penyelidikan yang dilakukan
untuk mencari sumber filsafat baru pada filsafat skolastika Masehi. Kalau
filsafat baru/modern banyak terpengaruh oleh filsafat islam, maka tidaklah
mengherankan jika filsafat baru dengan filsafat islam terdapat hubungan. Satu
hal yang dimaklumi, filsafat baru timbul adanya “aliran empiris”. Francis
Bascon (1626) yang menjadi titik tolak krbangunan ilmu-ilmu praktis, dan karena
adanya “aliran rasionalis” dari Rene Descartes atau “aliran skeptis”-nya yang
mengembangkan kritik-kritik terhadap ilmu berfikir. Sebenarnya sebelum Francis
Bascon terdapat beberapa orang skolastika Masehi yang telah merintis empirisme
dan mengarahkan perhatiannya pada alam, terutama Roger Bacon (1214-1294) yang
dikatakan oleh Renan “tokoh pikir abad”. Ia tidak puas kalau hanya mengadakan
eksperimen dan percobaan-percobaannya dalam soal-soal kimia., tetapi juga
merupakan ilmu matematikanya pada ilmu alam, supaya mendapatkan hasil yang
lebih teliti. Roger Bacon tersebut sangat erat hubungannya dengan dunia pikir.
Oleh karena itu “empirisme”-nya Bacon, bahkan “empirisme masa modern/baru”, ada
hubungannya dengan penyelidikan, peneropongan bintang dan
laboratoria-laboratoria yang pernah diadakan oleh kaum Muslim.
“Metode skeptis” dari Descartes terdapat bandingannya
bahkan benih-benihnya pada abad-abad pertengahan Masehi, harus dihubungkan pula
dengan abad-abad pertengahan islam. Sebab kalau sekiranya Descartes tidak
terpengaruh oleh al-Ghozali, maka sekurang-kurangnya kita bisa mengadakan
perbandingan “skeptisisme Descartes” dengan “skeptisisme al-Ghozali”.
·
Ciri-ciri:
1.
Menghidupkan kembali budaya Sacrates, Plato, dan Aristoteles
2.
Penemuan hakekat dunia dan manusia melalui
penelitian empiris
3.
Melawan sifisme modern
·
Renaissance:
a.
filsafat (itu ada)
b.
kesusastraan
c.
seni (Miche lapeda)
d.
sains (Keplor)
Tokoh-tokohnya:
·
Rene Descartes
Metode: copito
-
Ragu dengan idealisme
-
Ragu dengan rasionalisme
·
Spinosa (murid Rena Descartes)
-
Definisi: kebenaran yang disepakati oleh orang
banyak
-
Aksioma: kebenaran yang tidak perlu ada argumen
-
Preposisi: kebenaran pernyataan. Contoh: 2+2= 4
Refrensi:
·
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum. (Bandung: Rosdakarya, 1990)
·
Al-Farabi, Book of Letter, (editor: M. Mahdi), Daar Al-Masyriq, 1970, halaman
155
·
Dedi Supriyadi, M.Ag. Pengantar Filsafat Islam. (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2009)
·
Drs. H. A. Mutofa, Filsafat Islam. (Bandung: CV Pustaka
Setia, 1997)
·
Prof. Dr. H. Abu bakar Aceh, Sejarah filsafat Islam. (Jakarta: CV Ramadhani,
1982)
·
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam. (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1996)
[1] Lihat
Ahmad Tafsir,Filsafat Umum (Bandung:
Rosdakarya, 1990)
[2] Lihat Al
Farabi, Book of Letters, (editor: M.
Mahdi), Daar Al-Masyriq, 1970, halm. 155
[3] Drs.
Poerwantana, seluk-seluk filsafat islam,
PT. Rosda, Bandung, 1988, halm 1
[4] Lihat
Dr. Usman Amin, Syakhshiyat wa Sasahib
Falsafiyah, Mesir 1945, halm 44-45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar