PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari beraneka ragam suku bangsa dengan corak adat istiadat yang berbeda satu sama lain. Salah satunya adalah suku Sunda, Jawa, Minang, Batak, Lombok, dayak, dan lain sebagainya.
Yang dikatakan sebagai “Adat” adalah suatu kebiasaan masyarakat, dan kelompok-kelompok masyarakat yang lambat laun menjadi adat itu sebagai adat yang seharusnya berlaku bagi semua anggota masyarakat, sehingga menjadi “hukum adat”.
Keaneka ragaman adat istiadat dan suku bangsa ini terjadi karena adanya perbedaan perkembangan budaya, pergaulan hidup, tempat tinggal dan lingkungan alamnya. Karena itulah di Indonesia memiliki adat istiadat yang berbeda dari satu suku dengan suku yang lain. Termasuk didalamnya adalah adat dalam prosesi Perkawinan. Sebelum berlangsungnya perkawinan, biasanya terlebih dahulu diadakan prosesi Peminangan. Dan yang akan kami bahas dalam Makalah ini adalah “PEMINANGAN ADAT SUNDA”.
Peminangan dilaksanakan sesuai dengan tradisi masyarakat setempat. Menurut Rusydy Zakaria peminang atau khitbah adalah melamar untuk menyatakan permintaan atau ajakan mengingat perjodohan, dari seorang laki-laki dengan seorang perempuan calon istrinya. Pengertian ini ditunjukan kepada suku yang menganut Patrinial (garis keturunan bapak), mengingat ada beberapa suku di Indonesia yang menganut Matrinial (garis keturunan ibu), seperti pada suku Minangkabau.
Suku Sunda merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Jawa, tepatnya adalah di Jawa bagian Barat. Suku Sunda memiliki karakteristis yang unik yang membedakannya dengan masyarakat suku lain. Karakteristiknya itu tercermin dari segi prosesi Pernikahan, System Kekerabatan, Segi Agama, Bahasa, Kesenian, dan lain sebagainya. Yang sangat dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat suku Sunda. Adat istiadat yang dimiliki suku Sunda ini menjadi salah satu kekayaan yang di miliki bangsa Indonesia yang perlu dijaga dan dilestarikan.
Pernikahan dalam Adat Sunda memiliki serangkaian acara yang wajib dilakukan. Tahap-tahap proses adat pernikahan ini termasuk didalamnya adalah “Peminangan”.
B. Rumusan Masalah:
1. Pengertian Peminangan dan Hukumnya
2. Bagaimana prosesi Peminangan Adat Sunda
3. Bagaimana batasan pergaulan setelah dilakukan peminangan
4. Bagaimana tinjauan KHI mengenai Peminangan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Peminangan dan Hukumnya
Peminangan merupakan proses awal untuk melakukan perkawinan yang akan di jalani kedepannya. Allah menggariskan agar masing-masing pasangan yang mau menikah, lebih dahulu saling mengenal sebelum dilakukan akad nikah, sehingga pelaksaan pernikahan nanti benar-benar berdasarkan pandangan dan penilaian yang jelas. Namun perlu diperhatikan bahwa peminangan belum menimbulkan akibat hukum, sehingga laki-laki maupun perempuan dapat memutuskan peminangan.
Pengertian Peminangan secara etimologi, meminang atau melamar mempunyai arti “meminta wanita untk dijadikan istri (bagi diri sendiri atau orang lain)”. Sedangkan menurut fiqih meminang atau khitbah adalah permintaan seorang laki-laki kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya dengan cara-cara yang sudah umum berlaku dimasyarakat setempat.
Hukum peminangan adalah istihbab (dianjurkan) karena nabi Muhammad SAW pernah meminang Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq, juga dengan Hafsah binti Umar bin Khattab r.a.
Jadi meminang itu hukumnya Mubah (boleh), adapun dalil yang memperbolehkannya adalah surat Al-Baqarah ayat 235, yang artinya “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sendirian atau kamu ingin menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu.(Qs. Al-Baqarah: 235). Dan adapun hadis Nabi SAW mengenai hal ini.
وعن جابر رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى وسلم (أذاخطب أحدكم المرأة , فأن استطاع أن ينظر منها مايدعوه الى نكاحها , فليفعل) رواه أحمد , ورجاله ثقات , وصححه الحاكم . وله شاهد : عند الترمذي , والنسائي : عن المغيرة . وعندابن ماجه , وابن حبان: من حديث محمد بن مسلمه.
Artinya:
Dari Jabir bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Apabila salah seorang diantara kamu melamar perempuan, jika ia bisa memandang bagian tubuhnya yang menarik untuk dinikahi, hendaklah ia lakukan”. Riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya. Hadis Shahih menurut Hakim. Hadis itu mempunyai saksi dari Hadis riwayat Tirmidzi dan Nasa’i dari almughirah. Begitu pula riwayat Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari hadis Muhammad Ibnu Maslamah.
Hadis di atas secara jelas menunjukkan perintah kepada orang untuk meminang wanita yang hendak dinikahinya dan anjuran bagi orang yang meminang, atau yang hendak meminang, untuk melihat calon pasangan yang hendak dinikahi.
Sampai disini terkesan ada anjuran, untuk tidak mengatakan sebuah perintah (sunnah) dari Rasul untuk melihat wanita yang akan dinikahi tersebut. Mengenai apa yang dilihat, telah dijelaskan Rasulullah dalam hadis yang lain.
Rasulullah SAW bersabda:
“Dari Abi Hurairah, Nabi SAW, bersabda: wanita dikawini karena empat hal. Karena martabatnya, karena hartanya, karena keturunannya, kecantikan dan karena hartanya. Maka pilihlah wanita karena agamanya. Maka akan memelihara tanganmu” (Muttafaq alaih)
Dalam perspektif Islam, peminangan itu lebih mengacu untuk melihat kepribadian calon mempelai wanita seperti ketakwaan, keluhuran budi pekerti, kelembutan, ketulusannya, kendati demikian bukan berarti masalah fisik tidak penting. Ajaran Islam ternyata menganjurkan untuk memperhatikan hal-hal yang bersifat lahiriyah, seperti kecantikan wajah, keserasian, kesuburan, dan kesehatan tubuh, bahkan hadis Rasul yang memerintahkan untuk menikahi yang subur (al-walud).
B. prosesi Peminangan Adat Sunda
Dalam adat sunda ada beberapa rangkaian acara sebelum dilakukannya suatu pernikahan. Diantaranya adalah peminangan.
Sebelum diadakan peminangan ada beberapa hal yang harus dipastikan seorang laki-laki sebelum meminang perempuan yang dikehendakinya:
1. tidak terikat perkawinan dengan laki-laki lain, atau suami sebelumnya.
2. Tidak dalam masa iddah
Masyarakat suku Sunda mayoritas adalah beragama Islam. Dan yang kami bahas dalam makalah ini adalah suku Sunda yang beragama islam.
3. Belum dipinang laki-laki lain/sudah tidak terikat dalam pinangan laki-laki lain (telah dibatalkan peminangan sebelumnya).
Hal ini merujuk pada Hadis Riwayat Imam Bukhori dan An-Nasai. Rasulullah SAW bersabda:
وعن ابن عمر- رضي الله صلى الله عليه وسلم (لايخطب بعضكم على خطبة أخيه, حتى يترك الخا طب قبله, أويأذن له الخا طب) متفق عليه, واللفظ للبخاري.
Artinya:
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda: “ Janganlah seseorang diantara kamu melamar seseorang yang sedang dilamar saudaranya, hingga pelamar pertama meninggalkan atau mengijinkannya”. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhori.
Peminangan dimulai dari pembicaraan orang tua dari pihak keduanya.
• Tahap Nendeun Omong
Tahap ini adalah pembicaraan orang tua kedua pihak mempelai (yang sebelumnya sudah atau belum di taaruf). Atau siapapun yang dipercayai menjadi utusan dari pihak laki-laki yang mempunyai rencana meminang seorang gadis Sunda. Orang tua atau utusan dating bersilaturrahmidan menyampaikan pesan bahwa kelak sang gadis akan dilamar.
• Tahap meminang/lamaran/pameungkeut
Tahap meminang atau melamar ini sebagai tindak lanjut dari tahapan pertama. Proses ini dilakukan orang tua keduanya dan dihadiri juga keluarga dan kerabat dekatnya. Proses ini hamper mirip dengan yang pertama (tahap Neudeun Omong), bedanya dalam tahap ini orang tua laki-laki biasanya mendatangi calon besannya dengan membawa makanan atau bingkisan seadanya, membawa lamareun sebagai symbol pengikat (pameungkeut), bisa berupa uang, seperangkat pakaian, cincin pertunangan (pengikat), sirih pinang komplit dan lainnya, sebagai tali pengikat kepada perempuan, bahwa dia telah di pinang laki-laki tersebut. Selanjutnya kedua pihak mulai dipertemukan dan dipertanyakan keikhlasannya untuk selanjutnya merencanakan pernikahan.
Dalam tahap ini diperkenankan laki-laki melihat calon pinangannya agar tidak ada penyesalan dan peminangan berjalan atas dasar kemantapan hati keduanya. Melihat perempuan yang akan dinikahi dianurkan bahkan di sunnahkan oleh agama. Karena meminang calon istri merupakan pendahuluan dari pernikahan, sedangkan melihat calon istri untuk mengetahui penampilan dan kecantikannya, dipandang perlu untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang bahagia.
Rasulullah SAW bersabda:
اذاخطب احدكم المرأة فان استطاع ان ينظر منها الي مل يدعوه الي نكاحها فليفعل
(رواه احمد وابودودود)
Artinya:
Jika seseorang di antara kamu meminang seseorang perempuan, sekiranya dapat melihat sesuatu yang mendorong semangat untuk mengawininya, hendaklah ia melakukannya. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
C. Batasan Pergaulan setelah dilakukan Peminangan
Meskipun telah dilakukan peminangan hukum antara keduanya masih sama sebelumnya (sebelum peminangan). Karena mereka belum terikat dalam perkawinan, belum terjadi akad nikah, maka keduanya belum sah secara agama maupun adat.
Dalam adat sunda ada larangan berduaan dengan pinangan, tanpa adanya orang ketiga. Hal ini sebagai pencegahan terjadinya maksiat. Karena hukum adat tetap berlaku pada keduanya jika melakukan sesuatu yang melanggar norma adat. Hal ini sesuai juga dengan Hadis dari Jabir, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“…barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah sekali-kali menyendiri dengan seorang perempuan yang tidak disertai oleh mahramnya, sebab yang ketiga adalah setan”.
D. Tinjauan KHI (Kompilasi Hukum Islam) mengenai Peminangan
UU Perkawinan memang tidak membicarakan sama sekali tentang peminangan karena peminangan tidak mempunyai hukum yang mengikat seperti perkawinan. Namun KHI (Kompilasi Hukum Islam) mengatur peminangan dalam beberapa pasal diantaranya:
1. Pasal 1
“Peminangan adalah kegiatan upaya kea rah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dan wanita.
2. Pasal 11
“Peminangan dapat langsung dilakukan oleh orang yang berkehendak mencari pasangan jodoh, tetapi dapat pula dilakukan oleh perantara yang dapat dipercaya.
3. Pasal 12
a. Peminangan dapat dilakukan terhadap seorang wanita yang masih perawan atau terhadap janda yang telah habis masa iddahnya.
b. Wanita yang ditalak suami yang masih berada dalam masa iddahraj’i, haram dandilarang untuk dipinang.
c. Dilarang juga meminang seorang wanita yang sedang dipinang pria lain, selama pinangan pria tersebut belum putus, atau belum ada penolakan dari pihak wanita.
d. Putusnya pinangan pihak pria, karena adanya pernyataan tentang putusnya hubungan pinangan atau secara diam-diam pria yang meminang telah menjauh dan meninggalkan wanita yang dipinang.
4. Pasal 13
(1). Pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas memutuskan hubungan peminangan
(2). Kebebasan memutuskan hubungan peminangan dilakukan dengan tata cara yang baik sesuai dengan tuntunan agama dan kebiasaan setempat, sehingga tetap terbina kerukunan dan saling menghargai.
Keseluruhan pasal yang mengatur peminangan ini berasal dari fiqih Madzhab, terutama madzhab Syafi’i. namun hal-hal yang dibicarakan dalam kitab-kitab fiqih tentang peminangan seperti hukum perkawinan yang di lakukan setelah berlangsungnya peminangan yang tidak menurut ketentuan,tidakdiatur dalam KHI.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari makalah diatas yang kami paparkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa antara Hukum Adat, Hukum Islam, dan KHI memiliki kesinambungan. Bahwa dalam peminangan terdapat hukum dan norma yang harus dipatuhi. Baik dari agama maupun dari Hukum Adat.
b. Kata Penutup
Demikian makalah yang kami susun untuk memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester ini, semoga dapat bermanfaat. Kritik dan saran yang membangun tetap kami pertimbangan sebagai pelengkap makalah kami yang masih sangat kurang ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar