HAK PERWALIAN PERKAWINAN PADA ANAK ADOPSI (PEREMPUAN)
(STUDI PERBANDINGAN DAlam HUKUM PERDATA DAN HUKUM ISLAM)
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Metodologi penelitian
Desen Pengampu : A. Supriyadi, SH, MH
Oleh :
Linda Alfi Lutfinda : 210067
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH/AS
TAHUN 2012
HAK PERWALIAN PERKAWINAN PADA ANAK ADOPSI (PEREMPUAN)
(STUDI PERBANDINGAN DAlam HUKUM PERDATA DAN HUKUM ISLAM)
A. LATAR BELAKANG
Perkawinan adalah hal yang penting bagi umat islam. Dan dari suatu perkawinan timbul hukum-hukum yang menyertainya. Dengan prosedur perkawinan yang sah menurut agama akan tercipta suatu pergaulan yang baik antar individu maupun kelompok. Perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan yang dilakukan dengan memenuhi rukun dan syarat sah akan tercipta sebuah tali perkawinan yang halal dan terhormat. Hal ini sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna. Karena manusia diberi akal dan fikiran, jadi tidak lah sama dengan hewan yang hanya kawin begitu saja. Dan dengan dilaksanakan perkawinan tersebut terbentuk sebuah keluarga yang sakinah, mawadah, dan warohmah. Seperti pada UU No. 1 tahun 1974 tenteng perkawinan yang berlaku di Indonesia menyebutkan: “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk sebuah keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Selain itu dalam hukum negara kita, saat terjadinya perkawinan antara laki-laki dan perempuan diharuskan oleh negara untuk mencatatkannya pada Kantor Urusan Agama (KUA).
Wali adalah merupakan syarat sahnya suatu perkawinan, sehingga wali menentukan sah atau tidaknya suatu perkawinan. Menurut pendapat imam syafi’i, tidak akan sah suatu pernikahan tanpa adanya wali bagi pihak perempuan, sedangkan pada pihak laki-laki tidak diperlukan wali nikah untuk sahnya pernikahan tersebut. Demikian juga menurut Ibnu Qudamah dari madzhab Hambali menyatakan, wali harus ada dalam perkawinan (rukun nikah), yakni harus hadir ketika melakukan akad nikah. Dari kedua pendapat tersebut cukuplah jelas bahwa tidak sah suatu perkawinan tanpa adanya wali. Dan dalam kajian ini membahas mengenai perwalian terhadap mempelai perempuan yang merupakan anak adopsi.
Pengadopsian anak di Indonesia semakin berkembang mengingat banyaknya anak yatim piatu yang kehilangan orangtuanya dalam bencana alam (misal: tsunami di Aceh), dan juga banyaknya anak yang lahir diluar perkawinan yang sah sebagai akibat dari pergaulan bebas yang marak dikalangan remaja, yang kemudian dititipkan di Panti Asuhan atau bahkan dibuang begitu saja oleh orang tuanya yang tak bisa menahan malu karena memiliki anak diluar nikah.
Pengangadopsiananak tidak semudah mengucapkannya, karena hal ini berdampak pada kehidupan sosial dan pribadi anak. Terutama disaat si anak adopsi tersebut akan menikah. Karena dibutuhkan seorang wali baginya. Apalagi jika anak tersebut adalah anak adopsian dari panti asuhan yang tidak jelas asal usulnya. Ataupun jika data dipanti asuhan tidak lengkap sehingga tidak dapat dicari tau tentang keluarga dekat yang bisa menjadi wali nikahnya. Hal ini akan menjadi sulit untuk menentukan siapa yang berhak menjadi walinya. Dalam hukum perdata umum, anak adopsi tidak hanya berasal dari anak yang jelas asal usulnya, tetapi juga anak yang lahir di luar perkawinan yang sah (tidak jelas asal usulnya) yang dalam islam disebut “Laqith”. Selain itu juga anak yang diadobsi dari seorang ibu yang dulunya diperkosa oleh beberapa lelaki, juga akan sulit untuk menentukan siapa ayah biologisnya.
B. RUMUSAN MASALAH
Dengan memperhatikan latar belakang diatas maka dapat merumuskan beberapa masalah yang dapat dikaji dalam penelitian ini, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai beriku:
A. Bagaimana perwalian pada perkawinan anak adopsi menurut Hukum Perdata
B. Bagaimana perwalian pada perkawinan anak adopsi menurut Hukum Islam
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana pandangan Hukum perdata tentang perwalian pada perkawinan anak adopsi
2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan Hukum Islam tentang perwalian pada perkawinan anak adopsi
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan berguna bagi masyarakat pada umumnya dan bagi penyusun atau penulis khususnya. Adapun diantara kegunaan penelitian ini adalah:
1. Teoritis: penelitian ini diharapkan mampu untuk memberikan manfaat pengetahuan tentang perwalian pada perkawinan anak adopsi pada khususnya, serta sebagai sumbangan khazanah ilmu pengetahuan pada umumnya.
2. Praktis: penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk lebih mengenal dan memahami perbandingan antara Hukum perdata dan Hukum Islam mengenai perwalian pada perkawinan anak adopsi
E. PENEGASAN ISTILAH
• Hak: suatu kewenangan atau kekuasaan yang diberi hukum pada setiap individu, suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum baik pribadi maupun umum. Contoh: hak memilih agama sesuai kepercayaan masing-masing.
• Perwalian: mereka yang berhak terhadap anak yang belum berumur 21 tahun dan atau belum pernah melangsungkan perkawinan.
• Perkawinan: ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk sebuah keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
• Anak adopsi: anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.
• Hukum perdata: peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang lain, yang menitik beratkan pada kepentingan peroangan dan pelaksanaan sepenuhnya diserahkan sepenuhnya kepada orang yang berkepentingan itu sendiri.
• Hukum Islam
F. KERANGKA BERFIKIR
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka diharapkan kerangka pemikiran ini bisa dijadikan sebagai landasan awal atau kerangka berpikir yang memberikan arah membahas mengenai permasalahan bagaimana perwalian pada perkawinan anak adopsi menurut Hukum Perdata dan bagaimana perwalian pada perkawinan anak adopsi menurut Hukum Islam. Karena pastilah ada perbedaan dari kedua hukum ini, yaitu antara Hukum Perdata dan Hukum Islam. Karena itulah saya membahas studi perbandingan antara Hukum Perdata dan Hukum Islam mengenai permasalahan “Hak Perwalian pada Perkawinan Anak Adopsi”.
G. TELAAH PUSTAKA
a. Perwalian menurut perdata
• PENGERTIAN PERWALIAN MENURUT HUKUM PERDATA
Menurut hukum perdata perwalian berasal dari kata “wali” yaitu yang mempunyai arti orang lain selaku pengganti orang tua yang menurut hukum diwajibkan mewakili anak yang belum dewasa atau belum akil baligh dalam melakukan perbuatan hukum, dalam kamus hukum perkataan wali juga diartikan pula sebagai orang yang mewakili.
Perwalian juga disebut dengan “Voogdij”, yaitu pengawasan terhadap anak dibawah umur, yang tidak berada dalam kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut diatur oleh Undang-Undang. Dengan demikian segala sesuatu mengenai hal tersebut berada dibawah perwalian.
b. Perwalian pada perkawinan anak adopsi menurut Hukum Perdata
Pengangkatan anak mempunyai akibat hukum terhadap anak tersebut, yakni dalam hal pewarisan dan perwalian. Berdasarkan statusnya anak adopsi menurut hukum perdata, hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua angkat setelah pengadopsian terjadi, hal ini berdasarkan ketentuan yang diatur staatblad nomor 129 tahun 1979, bahwa akibat dari pengadopsian anak adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkatnya.
Dalam hal perwalian, sejak putusan pengadilan dikeluarkan maka orang tua angkat menjadi wali dari anak adopsi tersebut. Sejak saat itu pula hak dan kewajiban orang tua kandung berpindah kepada orang tua yang mengadopsinya. Kecuali pada anak angkat perempuan yang beragama islam. Karena jika dia akan menikah yang bisa menjadi wali nikahnya hanyalah ayah kandungnya atau saudara laki-laki sedarahnya.
Dalam hal perkawinan sebagaimana yang telah diatur dalam Hukum Perdata perkawinan merupakan institusi yang sangan penting bagi masyarakat. Eksistensi institusi ini adalah untuk melegalkan hubungan seorang laki-laki dan perempuan dalam ikatan perkawinan.
a. Perwalian menurut Hukum Islam
• PENGERTIAN PERWALIAN MENURUT HUKUM ISLAM
Dalam literatur islam, perwalian disebut dengan al-walayah, hakikat al-walayah adalah “tawally al-amr” yang berarti mengurus, menguasai sesuatu. Secara etimologis juga memiliki arti diantaranya al-mahabbah (cinta) dan al-nasharah (pertolongan).
Menurut Abdurrahman Al-Jaziry dalam kitabnya Al-Fiqhu ‘Alaa Madzahib Al-Arba’ah bahwa wali dalam perkawinan adalah penentu sah atau tidaknya perkawinan, kama tak akan sah perkawinan jika tanpa wali.
Menurut ulama’ fiqih , wali disebut dengan wilayah, yaitu kekuasaan terhadap pemeliharaan (jiwa atau harta) tanpa bergantung pada orang lain.
b. Perwalian pada perkawinan anak adopsi menurut Hukum Islam
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa wali dalam perkawinan adalah seseorang yang menentukan sah atau tidaknya akad (perkawinan) dan tidak sah tanpa adanya wali. Bahkan menurut imam syafi’i tidak akan sah tanpa adanya wali bagi calon mempelai perempuan, sedangkan calon mempelai laki-laki tidak memerlukan adanya wali untuk sahnya perkawinan tersebut. Karena dari rukun dan syarat sah nikah, wali merupakan yang terpenting.
Berdasarkan pembahasan di atas bahwa tradisi pada zaman dulu yang memberi status anak adopsi sama dengan anak kandung itu tidak diperbolehkan (dilarang) dan tidak diakui oleh Islam sehingga hubungan anak adopsi dengan orang tua yang mengadopsinya dan keluarganya masih sama seperti sebelum anak itu diadopsi. Dan tidak mempengaruhi kemahraman dan kewarisan, baik anak yang diadopsi tersebut berasal dari kerabat sendiri maupun orang lain. Maka antara anak adopsian boleh menikah dengan keluarga dari orang tua yang mengadopsinya dan orang tua angkat atau keluarganya tidak diperbolehkan menjadi wali, kecuali bila diwakilkan kepadanya oleh ayah kandungnya atau keluarga kandungnya yang lain.
Dari sini bisa disimpulkan bahwa perwalian pada perkawinan anak adopsi sama dengan perwalian anak kandung, yaitu yang berhak menjadi wali pada perkawinan anak adopsi adalah ayah kandungnya dan garis keturunan ke atas (wali nasab). Dan apabila wali nasab tidak bisa bertindak sebagai wali maka berpindah pada wali hakim, dan apabila wali hakim juga tidak bisa bertindak sebagai wali nikahnya maka berpindah kepada wali muhakkam. Hal tersebut berdasarkan status anak adopsi, yakni tidak ada ikatan hubungan kemahraman dengan orang tua angkatnya.
H. METODE PENELITIAN
1. Jenis penelitian
Penelitian ini disebut dengan Library Resech (penelitian literatur) karena merujuk dari buku-buku (kepustakaan) untuk menyelesaikan permasalahan.
2. Pendekatan penelitian
Untuk mendapatkan gambaran yang utuh tentang obyek yang diteliti maka penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, karena berusaha mempelajari suatu masalah lalu menganalisa dan menyelesaikan dengan pedoman dari buku-buku sebagai literatur untuk memecahkan permasalahan yang sedang dibahas sehingga bisa ditarik kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.
3. Pendekatan masalah penelitian
Pendekatan normatif: melihat ketentuan yang berlaku dalam norma agama dan norma hukum.
Pendekatan tekstual: melihat dari teks atau dalil, dan teori.
4. Jenis data
• Data primer: yaitu sumber data yang berasal dari pemikiran dan pendapat para ahli yang membahas tentang tema dari penelitian ini seperti pemikiran dan pendapat imam syafi’i, “tidak akan sah suatu pernikahan tanpa adanya wali bagi pihak perempuan, sedangkan pada pihak laki-laki tidak diperlukan wali nikah untuk sahnya pernikahan tersebut”, dan juga menurut Ibnu Qudamah dari madzhab Hambali menyatakan, wali harus ada dalam perkawinan (rukun nikah), yakni harus hadir ketika melakukan akad nikah.
• Data sekunder: yaitu data yang bersumber dari buku-buku yang menjadi refrensi dalam penulisan penelitian ini, seperti:
Hukum perkawinan islam karya Moh. Idris Ramulyo
Hukum Perdata karya Komariah, SH, M.Si
Himpunan Perundang-Undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama (UU No.1 Thn.1974)
I. METODE PENGUMPULAN DATA
Metode pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Dokumentasi/studi pustaka (Literatur), karena menggunakan pedoman dari buku-buku (yang terkait), UU dan konsep pemikiran para tokoh mengenai hak perwalian pada perkawinan anak adopsi. Dan urutan langkah-langkahnya dalah sebagai berikut:
Pencatatan data-data yang berkaitan dengan penelitian
Melakukan pengkajian terhadap data yang telah diperoleh
J. METODE PENYAJIAN DATA
Metode penyajian data dalam penelitian ini adalah Deskriptif Kualitatif: yaitu memberikan gambaran-gambaran hukum dari rukun nikah yaitu mengenai perwalian perkawinan pada umumnya dan perwalian pada perkawinan anak adopsi pada khususnya.
K. METODE ANALISIS DATA
Setelah mengumpulkan data selanjutnya mengadakan penyaringan terhadap data yang valid dan relevan dengan penelitian yang dibahas, dan metode yang dipakai adalah metode deduktif: yaitu mencari kesimpulan dari yang umum menuju ke khusus. Metode ini digunakan untuk mencari bukti-bukti khusus dari pernyataan umumnya yaitu tentang perwalian. Dan menjelaskan secara khusus tentang perwalian pada perkawinan anak adopsi.
DAFTAR PUSTAKA
• Moh. Idris R, Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 1996
• Himpunan Peraturan Perundang-Undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama, Departemen Agama RI, Tahun 2001.
•http:// revolusidamai.multiply.com/journal/item
• Himpunan Peraturan Perundang-Undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama, Departemen Agama RI, Tahun 2001.
• Komariah, SH, M.Si. Hukum Perdata. Malang: UMM Press. 2004
• Sodharyo soimin. Hukum Orang dan Keluarga. Jakarta: Sinar Grafika. 2000
• Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT. Intermasa. 1985
• Salim HS. Pengantar Hukum Perdata Tertulis, cet. II. Jakarta: Sinar Grafika. 2003
• Muhammad Amin S. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2000
• Moh. Idris R. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar