Kamis, 26 Juni 2014

Hari Pertama Kerja

Hari yang melelahkan tapi harus tetap bersemangat, bersyukur dan berdoa. Jangan memandang gaji kecil karena yang terpenting itu ilmunya bukan gajinya. Kalau ingin berwira usaha sendiri ya harus belajar dulu dari yang berpengalaman. Kalau ingin menjadi bos ya harus paham dulu bagaimam rasanya jadi pegawai 😁

Rabu, 25 Juni 2014

;)

Tak semua yang terlihat buruk itu buruk...
Tak semua yang terlihat baik itu baik...
Tak semua yang asing itu mengasingkan...
Tak semua yang dekat itu selalu mendekatkan...

Selasa, 24 Juni 2014

Khitbah

Khitbah

Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara pernikahan berlandaskan Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih sesuai dengan pemahaman para Salafush Shalih, di antaranya adalah:

1. Khitbah (Peminangan)
Seorang laki-laki muslim yang akan menikahi seorang muslimah, hendaklah ia meminang terlebih dahulu karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain. Dalam hal ini Islam melarang seorang laki-laki muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيْعَ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَلاَ يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ، حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ.

“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang membeli barang yang sedang ditawar (untuk dibeli) oleh saudaranya, dan melarang seseorang meminang wanita yang telah dipinang sampai orang yang meminangnya itu meninggalkannyaatau mengizinkannya. ” [1]

Disunnahkan melihat wajah wanita yang akan dipinang dan boleh melihat apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahi wanita itu.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ، فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ مِنْهَا إِلَى مَا يَدْعُوْهُ إِلَى نِكَاحِهَا، فَلْيَفْعَلْ

“Apabila seseorang di antara kalian ingin meminang seorang wanita, jika ia bisa melihat apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah!” [2]

Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallaahu ‘anhu pernah meminang seorang wanita, maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya:

أُنْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا

“Lihatlah wanita tersebut, sebab hal itu lebih patut untuk melanggengkan (cinta kasih) antara kalian berdua.” [3]

Imam at-Tirmidzi rahimahullaah berkata, “Sebagian ahli ilmu berpendapat dengan hadits ini bahwa menurut mereka tidak mengapa melihat wanita yang dipinang selagi tidak melihat apa yang diharamkan darinya.”

Tentang melihat wanita yang dipinang, telah terjadi ikhtilaf di kalangan para ulama, ikhtilafnya berkaitan tentang bagian mana saja yang boleh dilihat. Ada yang berpendapat boleh melihat selain muka dan kedua telapak tangan, yaitu melihat rambut, betis dan lainnya, berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Melihat apa yang mendorongnya untuk menikahinya.” Akan tetapi yang disepakati oleh para ulama adalah melihat muka dan kedua tangannya. Wallaahu a’lam. [4]

Ketika Laki-Laki Shalih Datang Untuk Meminang
Apabila seorang laki-laki yang shalih dianjurkan untuk mencari wanita muslimah ideal -sebagaimana yang telah kami sebutkan- maka demikian pula dengan wali kaum wanita. Wali wanita pun berkewajiban mencari laki-laki shalih yang akan dinikahkan dengan anaknya. Dari Abu Hatim al-Muzani radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَانْكِحُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيْرٌ.

“Jika datang kepada kalian seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan anak kalian). Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.’” [5]

Boleh juga seorang wali menawarkan puteri atau saudara perempuannya kepada orang-orang yang shalih.

Sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Bahwasanya tatkala Hafshah binti ‘Umar ditinggal mati oleh suaminya yang bernama Khunais bin Hudzafah as-Sahmi, ia adalah salah seorang Shahabat Nabi yang meninggal di Madinah. ‘Umar bin al-Khaththab berkata, ‘Aku mendatangi ‘Utsman bin ‘Affan untuk menawarkan Hafshah, maka ia berkata, ‘Akan aku pertimbangkan dahulu.’ Setelah beberapa hari kemudian ‘Utsman mendatangiku dan berkata, ‘Aku telah memutuskan untuk tidak menikah saat ini.’’ ‘Umar melanjutkan, ‘Kemudian aku menemui Abu Bakar ash-Shiddiq dan berkata, ‘Jika engkau mau, aku akan nikahkan Hafshah binti ‘Umar denganmu.’ Akan tetapi Abu Bakar diam dan tidak berkomentar apa pun. Saat itu aku lebih kecewa terhadap Abu Bakar daripada kepada ‘Utsman.

Maka berlalulah beberapa hari hingga Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam meminangnya. Maka, aku nikahkan puteriku dengan Rasulullah. Kemudian Abu Bakar menemuiku dan berkata, ‘Apakah engkau marah kepadaku tatkala engkau menawarkan Hafshah, akan tetapi aku tidak berkomentar apa pun?’ ‘Umar men-jawab, ‘Ya.’ Abu Bakar berkata, ‘Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang menghalangiku untuk menerima tawaranmu, kecuali aku mengetahui bahwa Rasulullah telah menyebut-nyebutnya (Hafshah). Aku tidak ingin menyebarkan rahasia Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Jika beliau meninggalkannya, niscaya aku akan menerima tawaranmu.’” [6]

Shalat Istikharah
Apabila seorang laki-laki telah nazhar (melihat) wanita yang dipinang serta wanita pun sudah melihat laki-laki yang meminangnya dan tekad telah bulat untuk menikah, maka hendaklah masing-masing dari keduanya untuk melakukan shalat istikharah dan berdo’a seusai shalat. Yaitu memohon kepada Allah agar memberi taufiq dan kecocokan, serta memohon kepada-Nya agar diberikan pilihan yang baik baginya. [7] Hal ini berdasarkan hadits dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengajari kami shalat Istikharah untuk memutuskan segala sesuatu sebagaimana mengajari surat Al-Qur'an.” Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seseorang di antara kalian mempunyai rencana untuk mengerjakan sesuatu, hendaknya melakukan shalat sunnah (Istikharah) dua raka’at, kemudian membaca do’a:

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ. اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ (وَيُسَمِّى حَاجَتَهُ) خَيْرٌ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ (أَوْ قَالَ: عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ) فَاقْدُرْهُ لِيْ وَيَسِّرْهُ لِيْ ثُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ شَرٌّ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ (أَوْ قَالَ: فِيْ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ) فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِيْ بِهِ

“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu-Mu dan aku memohon kekuatan kepada-Mu (untuk mengatasi persoalanku) dengan ke-Mahakuasaan-Mu. Aku mohon kepada-Mu sesuatu dari anugerah-Mu yang Mahaagung, sungguh Engkau Mahakuasa sedang aku tidak kuasa, Engkau Maha Mengetahui sedang aku tidak mengetahui dan Engkaulah yang Maha Mengetahui yang ghaib. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini (orang yang mempunyai hajat hendaknya menyebut persoalannya) lebih baik dalam agamaku, penghidupanku, dan akibatnya terhadap diriku (atau Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘..di dunia atau akhirat) takdirkan (tetapkan)lah untukku, mudahkanlah jalannya, kemudian berilah berkah atasnya. Akan tetapi, apabila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini membawa keburukan bagiku dalam agamaku, penghidupanku, dan akibatnya kepada diriku (atau Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘...di dunia atau akhirat’) maka singkirkanlah persoalan tersebut, dan jauhkanlah aku darinya, dan takdirkan (tetapkan)lah kebaikan untukku di mana saja kebaikan itu berada, kemudian berikanlah keridhaan-Mu kepadaku.’” [8]

Dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Tatkala masa ‘iddah Zainab binti Jahsy sudah selesai, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Zaid, ‘Sampaikanlah kepadanya bahwa aku akan meminangnya.’ Zaid berkata, ‘Lalu aku pergi mendatangi Zainab lalu aku berkata, ‘Wahai Zainab, bergembiralah karena Rasulullah mengutusku bahwa beliau akan meminangmu.’’ Zainab berkata, ‘Aku tidak akan melakukan sesuatu hingga aku meminta pilihan yang baik kepada Allah.’ Lalu Zainab pergi ke masjidnya. [9] Lalu turunlah ayat Al-Qur'an [10] dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang dan langsung masuk menemuinya.” [11]

Imam an-Nasa’i rahimahullaah memberikan bab terhadap hadits ini dengan judul Shalaatul Marhidza Khuthibat wastikhaaratuhaRabbaha (Seorang Wanita Shalat Istikharah ketika Dipinang).” 

Fawaaid (Faedah-Faedah)Yang Berkaitan Dengan Istikharah: 

1. Shalat Istikharah hukumnya sunnah.

2. Do’a Istikharah dapat dilakukan setelah shalat Tahiyyatul Masjid, shalat sunnah Rawatib, shalat Dhuha, atau shalat malam.

3. Shalat Istikharah dilakukan untuk meminta ditetapkannya pilihan kepada calon yang baik, bukan untuk memutuskan jadi atau tidaknya menikah. Karena, asal dari pernikahan adalah dianjurkan.

4. Hendaknya ikhlas dan ittiba’ dalam berdo’a Istikharah.

5. Tidak ada hadits yang shahih jika sudah shalat Istikharah akan ada mimpi, dan lainnya. [12]

[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Bogor - Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]
_______
Footnote
[1]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5142) dan Muslim (no. 1412), dari Shahabat Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma. Lafazh ini milik al-Bukhari.
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (III/334, 360), Abu Dawud (no. 2082) dan al-Hakim (II/165), dari Shahabat Jabir bin ‘Abdillah radhiyallaahu ‘anhuma.
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 1087), an-Nasa-i (VI/69-70), ad-Darimi (II/134) dan lainnya. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullaah dalam Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1511).
[4]. Lihat pembahasan masalah ini dalam Syarhus Sunnah (IX/17) oleh Imam al-Baghawi, Syarh Muslim (IX/210) oleh Imam an-Nawawi, Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (I/97-208, no. 95-98) oleh Syaikh al-Albani, al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah al-Muyassarah (V/34-36) oleh Syaikh Husain bin ‘Audah al-‘Awayisyah dan Fiqhun Nazhar (hal. 82-89).
[5]. Hadits hasan lighairihi: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 1085). Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1022).
[6]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5122) dan an-Nasa-i (VI/77-78). Lihat Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 3047).
[7]. Al-Insyiraah fii Aadabin Nikaah (hal. 22-23) oleh Syaikh Abu Ishaq al-Khuwaini, Jaami’ Ahkaamin Nisaa'(III/216) oleh Musthafa al-‘Adawi dan Adabul Khithbah waz Zifaaf fis Sunnah al-Muthahharah (hal. 21-22) oleh ‘Amr ‘Abdul Mun’im Salim.
[8]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1162), Abu Dawud (no. 1538), at-Tirmidzi (no. 480), an-Nasa-i (VI/80), Ibnu Majah (no. 1383), Ahmad (III/334), al-Baihaqi (III/52) dari Shahabat Jabir bin ‘Abdillah radhiyallaahu ‘anhuma.
[9]. Yaitu mushalla tempat shalat di rumahnya.
[10]. Yaitu surat al-Ahzaab ayat 37. Allah telah menikahkan Nabi shallal-laahu ‘alaihi wa sallam dengan Zainab binti Jahsyi melalui ayat ini.
[11]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1428 (89)), an-Nasa-i (VI/79), dari Shahabat Anas radhiyallaahu ‘anhu.
[12]. Jaami’ Ahkaamin Nisaa'(III/218-222).

Etika Pergaulan

BAB I :PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................... .1
B. Rumusan Masalah ............................................................. 1
C. Tujuan ................ .............................................................. 1
BAB II :PEMBAHASAN
A.Etika Pergaulan............................................... ....................................2
B.Larangan Berduaan dengan Lawan Jenis..............................................6
C.Pergaulan dengan Ipar...........................................................................6
D.Macam-macam Zina bagi Anggota Tubuh...........................................7
BAB III :PENUTUP..........................................................................................9
A. Kesimpulan.....................................................................................9
B. Saran..............................................................................................9
C. Kata Penutup..................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etika pergaulan adalah sopan santun atau tata krama yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai adat kebiasaan yang disesuaikan pada situasi dan keadaan tertentu serta tidak melanggar norma-norma yang berlaku, baik norma agama, kesopanan, adat, hukum dan lainnya.
Etika pergaulan sangat penting dimiliki dan diaplikasikan setiap orang, karena manusia adalah makhluk sosial (zon politikon) yang senantiasa hidup bersama-sama, bermasyarakat dan bergaul dan memiliki cita-cita untuk mensejahterakanhidupnya. Manusia akan meraih keinginannya untuk hidup sukses, maka ia wajib memiliki teman pergaulan untuk menjadi koneksi dalam rangka mewujudkan keinginannya tersebut. Dalam bergaul itulah, etika menjadi sangat penting karena akan menjadi batasan yang baik dan buruk. 
Suatu kenyataan bahwa etika telah mulai meredup dalam kehidupan bermasyarakat. Indonesia yang dulunya terkenal memiliki masyarakat yang ramah tamah, kini tak lagi terdengar. Bahkan sampai kepada pelajar dan mahasiswa yang merupakan masa depan bangsa, terlibat dalam aksi tawuran antar sesama, aksi-aksi demo yang anarki, sehingga mengakibatkan dendam antar sesama. Hingga pada akhirnya mereka terlepas dari adab menuntut ilmu dan mengarah kepada sikap brutalis.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana etika pergaulan itu ?2. Bagaimana larangan berduaan dengan lawan jenis ?
3. Bagaimana pergaulan dengan ipar ?
4. Apakah macam-macam zina bagi anggota tubuh ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui etika pergaulan
2. Untuk mengetahui larangan berduaan dengan lawan jenis
3. Untuk mengetahui pergaulan dengan ipar
4. Untuk mengetahui macam-macam zina bagi anggota tubuh.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Etika Pergaulan
Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu kita tumbuh kembangkan agar pergaulan kita dengan sesama muslim menjadi sesuatu yang indah sehingga mewujudkan ukhuwah islamiyah. Tiga kunci utama untuk mewujudkannya yaitu ta’aruf, tafahum, dan ta’awun. Inilah tiga kunci utama yang harus kita lakukan dalam pergaulan.
1. Ta’aruf
Ta’aruf atau saling mengenal menjadi suatu yang wajib ketika kita akan melangkah keluar untuk bersosialisasi dengan orang lain. Dengan ta’aruf kita dapat membedakan sifat, kesukuan, agama, kegemaran, karakter, dan semua ciri khas pada diri seseorang.
2. Tafahum
Memahami, merupakan langkah kedua yang harus kita lakukan ketika kita bergaul dengan orang lain. Setelah kita mengenal seseorang pastikan kita tahu juga semua yang ia sukai dan yang ia benci. Inilah bagian terpenting dalam pergaulan. Dengan memahami kita dapat memilah dan memilih siapa yang harus menjadi teman bergaul kita dan siapa yang harus kita jauhi, karena mungkin sifatnya jahat. Sebab, agama kita akan sangat ditentukan oleh agama teman dekat kita. Masih ingat ,”Bergaul dengan orang shalih ibarat bergaul dengan penjual minyak wangi, yang selalu memberi aroma yang harum setiap kita bersama dengannya. Sedang bergaul dengan yang jahat ibarat bergaul dengan tukang pandai besi yang akan memberikan bau asap besi ketika kita bersamanya.”
Tak dapat dipungkiri, ketika kita bergaul bersama dengan orang-orang shalih akan banyak sedikit membawa kita menuju kepada kesalihan. Dan begitu juga sebaliknya, ketika kita bergaul dengan orang yang akhlaknya buruk, pasti akan membawa kepada keburukan perilaku ( akhlakul majmumah ).
3. Ta’awun
Setelah mengenal dan memahami, rasanya ada yang kurang jika belum tumbuh sikap ta’awun (saling menolong). Karena inilah sesungguhnya yang akan menumbuhkan rasa cinta pada diri seseorang kepada kita. Bahkan Islam sangat menganjurkan kepada ummatnya untuk saling menolong dalam kebaikan dan takwa. Rasullulloh SAW telah mengatakan bahwa bukan termasuk umatnya orang yang tidak peduli dengan urusan umat Islam yang lain.
B. Larangan berduaan dengan lawan jenis
Ada 6 etika yang mesti diperhatikan oleh seorang muslim ketika bergaul dengan lawan jenis:
1. Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis, Allah memerintahkan kaum laki-laki untuk menundukkan pandangannya. Sebagaimana firman Allah: Artinya “katakanlah kepada laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluan-Nya.” (QS.An-Nur:31)
2. Menutup Aurat. Allah SWT berfirman: Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari padanya.Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.(QS.An-Nur:31)
3. Adanya Pembatas Antara Laki-laki dengan Perempuan yang memiliki keperluan terhadap lawan jenisnya, harus menyampaikannyadari balik tabir pembatas. Sebagaimana firmanNya: Artinya “Dan apabila kailan meminta sesuatu kepada mereka (para wanita) maka mintalah dari balik hijab.” (QS.Al Ahzab:53) 
4. Tidak berdua-duaan dengan lawan jenis dari Ibnu Abbas ra, berkata “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah sseorang laki-laki berdua-duaan dengan wanita kecuali wanita itu bersam mahramnya” (HR. Bukhori Muslim)
5. Tidak mendayukan ucapan seorang wanita dilarang mendayukan ucapan pada saat berbicara kepada selain suami.
Allah berfirman:
Artinya: hai istri-istri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita lain jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlahorang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik” (QS. Al-Ahzab: 32) 
6. Tidak menyentuh lawan jenis. Dari Ma’qil bin Yasar berkata “Rasulullah SAW bersabda “Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi itu masih lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya” (HR. Thabrani).
Syekh Al-Albani berkata “Dalam hadis ini terdapat ancaman keras terhadap orang-orang yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya” (Ash-Shohihah: 1/44). Dari Aisyah berkata “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh wanita sama sekali meskipun saat membaiat” (HR. Bukhari).
Kesimpulannya maka tidak diragukan lagi bahwa pacaran itu “Haram”, karena beberapa sebab berikut:
• Orang yang sedang pacaran tidak mungkin menundukkan pandangannya terhadap kekasihnya.
• Orang yang berpacaran tidak bisa menjaga hijab
• Orang yang pacaran biasanya berdua-duaan dengan kekasihnya, baik didalam rumah mapun diluar rumah
• Wanita akan bersikap manja dan mendayukan suaranya saat bersam kekasihnya.
• Pacaran identik saling menyentuh antara laki-laki dengan wanita meskipun itu hanya jabat tangan.
• Orang yang sedang pacaran bisa dipastikan selalu membayangkan orang yang dicintainya.
C. Pergaulan dengan ipar
Rasulullah bersabda:
حَدِيْثُ عُقْبَةْ بِنْ عَامِرْ أَنَّ رَسُوْ لُ اللهِ صَلَى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ قَالَ : اِياَّكُمْ وَالدُّخُوْلَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلَ مِنَ اْلأَنْصَارِ يَارَسُوْلَ اللهِ أَفَرَأَيْتَ الَحَمْوُ ؟ قاَلَ : الَحَمَوَ الْمَوْتَ. رواه بخارى ومسلم
“Dari Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ Jauhilah mendekati perempuan”, kemudian ada seorang sahabat Ansar bertanya, : Bagaimana kalau mendekati ipar atau kerabat istri ?”, beliau bersabda, “ Mendekati kerabat istri adalah berarti mati”. (Riwayat Bukhari)
Penjelasan Hadis
Al-Hafizh Ibn Hajar Al-Ashqalani, dalam Fath al-Bari (Syarh al-Bukhari) mengatakan : “Bahwa Imam An-Nawawi berkata : Para pakar Ilmu Nahwu dan Tata Bahasa Arab berpendapat sama, bahwa kata الَحَمْو berarti kerabat lelaki dari suami seorang wanita, seperti ayah, suami, saudara lelaki dari ayahnya, putera lelaki saudara lelakinya, putera lelaki saudara lelaki ayahnya dan semisalnya”. Ibn Hajar berkata, “ Yang dimaksud didalam hadis ini adlah para kerabat lelaki suami, selain ayah atau anak-anak lelaki suami. Karena mereka adalah mahram bagi isterinya yang dibolehkan berduaan dengannya, dan mereka ini tidaklah digambarkan sebagai al-maut (kematian”). Ibn Hajar berkata “ Memandang remeh semacam ini sudah menjadi kebiasaan. Seorang saudara lelaki suami berduaan dengan istri saudaranya. Karenanya ia diserupakan dengan al-maut (kematian). Dan dialah yang lebih patut dicegah melakukan ini.”
Adapaun Imam al-Baghawi seperti dikutip oleh Abdul Halim Ritonga menukilkan bahwa yang dimaksud didalam hadis tersebut adalah saudara suami atau ipar bukan mertua karena ipar tidak termasuk mahram bagi istri. Berhati – hatilah terhadap ipar sebagaimana kita berhati-hati terhadap kematian. Cakupan hadis ini juga bermakna saudari wanita istri juga dari pihak suami.
Hadis tersebut diatas memberikan pemahaman agar berhati-hati bergaul dengan kerabat perempuan, karena bergaul dengan mereka secara berlebihan dapat menimbulkan fitnah dan konflik suami istri berupa pertikaian keluarga dan putusnya hubungan perkawinan, sehingga matinya jalan mawaddah dalam rumah tangga.
As-Syaukani didalam Nail al-Authar menyebutkan bahwa sabda Rasulullah الَحَمَوَ الْمَوْتَ maksudnya agar ipar lebih dikhawatirkan dibanding yang lain, seperti halnya kekhawatiran terhadap kematian.
D. Macam-macam zina bagi anggota tubuh
Salah satu godaan yang amat besar pada usia remaja adalah “rasa ketertarikan terhadap lawan jenis”. Memang, rasa tertarik terhadap lawan jenis adalah fitrah manusia, baik wanita atau lelaki. Namun kalau kita tidak bisa memenej perasaan tersebut,maka akan menjadi mala petaka yang amat besar,baik untuk diri sendiri ataupun untuk orang yang kita sukai. Sudah Allah tunjukkan dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda:
حدثنا اسحق بن منصور اخبرنا ابو هشام المخزومي حدثنا وهيب حدثنا سهيل ابن ابي صا لح عن ابي هريرة عن النبي صلي الله عليه وسلم قال كتب علي ابن ادم نصيبه من الزنا مدرك ذلك لامحاله فالعينان زناهما النظر والاذنان زناهما لالاستماع واللسان زناه الكلام واليد زناها البطش والرجل زناها الخطا والقلب يهوى ويتمنى ويتمنى ويصدق ذلك الفرج ويكذبه (اخرجه مسلم فى كتاب القدر باب قدر على ابن ادم حظه من الزنا وغيره)
Artinya:
Abdurrahman ibn Shakhar (Abu Hurairah) Ra. Bahwa nabi SAW bersabda: “Telah diterapkan bagi anak-anak Adam yang pasti terkena, kedua mata zinanya adalah melihat, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lisan zinanya adalah berkata-kata, tangan zinanya adalah menyentuh, kaki zinanya adalah berjalan, hati zinanya adalah keinginan (hasrat) dan yang membenarkan dan mendustakannya adalah kemaluan” (HR. Muslim).
Macam-macam zina bagi anggota tubuh antara lain:
1. Zina dengan kedua mata: Yaitu memandang wanita yang tidak halal, misalnya memandang wanita yang bukan muhrimnya.
Rasulullah SAW bersabda:
زنا العينين الظر
Artinya:
“Zina kedua mata adalah memandang wanita yang buka muhrim” (HR. Ibnu Sa’ad, Thabrani, dan Abu Nu’Aim dari Alqamah bin Huwarits).
Rasulullah SAW bersabda:
نظر الاجنبيات من الكبائر
Artinya:
“Memandang wanita Ajnabiyyat (bukan Muhrim) termasuk dosa besar”.
Kata Ajnabiyyat, artinya wanita yang halal dinikahi. Termasuk dosa besar, yakni jika dalam pandangan tersebut menimbulkan nafsu dan kecenderungan hati kepadanya, tetapi jika tidak, tidak termasuk dosa besar.
2. Zina kedua kaki: Yaitu berjalan ketempat maksiat. Seperti berjalan ketempat-tempatyang dilarang oleh agama. 
3. Zina dengan Kedua tangan: Yaitu bertindak dengan tangannya dengan cara kekerasan tanpa alasan yang tidak diperbolehkan, atau mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya.
4. Zina kedua telinga: Yaitu mendengar sesuatu yang membuka aib seseorang/mendengarkan yang tidak baik (menguping).
5. Zina lisan: Yaitu sesuatu yang membuka aib seseorang, berkata-kata yang kasar, dan berkata-kata yang tidak benar (menuduh) seseorang berzina.
6. Zina dengan hidung: Yaitu mencium yang bukan muhrim, atau mencium parfum seseorang yang bukan muhrim apabila ia bersyahwat.
7. Zina faraj: Yaitu memasukkan kemaluan laki-laki kedalam kemaluan perempuan yang tidak halal untuk disetubuhi/yang bukan muhrim.
Rasulullah SAW bersabda:
زنية واحدة ثحبط عمل سبعين سنة
Artinya:
“Melakukan zina satu kali akan menghapuskan amal selama tujuh puluh tahun”.
Riwayat dalam Ibnu Hibban dalam kitab sahihnya beahwa Rasulullah SAW bersabda: “Seorang ahli ibadah (pendeta) dari Bani Israel telah beribadah kepada Allah SWT selama 60 tahun didalam tempat ibadahnya (sinagoga). Suatu ketika, hujan turun dan bumi subur menghijau. Kemudian, pendeta itu melihat dari anggota sinagoga dan memperhatikan, lalu berkata, “Jika aku turun dan berzikir kepada Allah, maka akan bertambahlah kebaikan. “Lalu dia turun dengan membawa sepotong atau dua potong roti. Ketika berjalan, dia bertemu dengan seorang wanita sehingga terjadilah percakapan yang akhirnya melakukan zina, kemudian dia pingsan. Setelah siuman, dia turun ke kali untuk mandi. Tiba-tiba datanglah seorang pengemis, lalu pendeta itu menunjuk dengan tangannya kepada pengemis agar mengambil dua potong roti tersebut, kemudian dia meninggal dunia. Lalu ditimbanglah ibadahnya selama 60 tahun dengan perbustan zinanya dan ternyata zina tersebut lebih berat timbabgannya dari pada ibadah selama 60 tahun. Lalu, dua roti yang dia sedekahkan disimpan dalam itu kebaikannya, maka kebaikannya menjadi lebih berat sehingga dia diampuni”. Demikian tercantum dalam kitab Zawajir.
BAB III
A. Kesimpulan
Pergaulan yang baik ialah melaksanakan pergaulan menurut norma-norma kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan hukum syara’, serta memenuhi segala hak yang berhak mendapatkannya masing-masing menurut kadarnya.
Islam sebagai agama yang moderat mempunyai hokum-hukum yang mengatur bagaimana seseorang dalam bergaul dengan lawan jenis diantaranya:
• Haram duduk berdua (berkhilwat) dengan perempuan bukan mahram
• Dilarang Orang Banci Memasuki Kamar Perempuan Yang Boleh Dikawini
• Haram Melihat Perempuan Yang Bukan Muhrim
• Haram Di Tempat Sepi Dengan Perempuan Yang Bukan Muhrim
• Hadist Tentang Memandang Wanita di jalan.
• Boleh memboncengkan perempuan yang bukan mahram apabila keletihan
• Tidak Menyentuh lawan jenis
B. Saran
Banyak tujuan dan hikmah dari etika pergaulan, larangan berduaan dengan lawan jenis, pergaulan dengan ipar, dan macam-macam zina bagi anggota tubuh. maka hakikat dari pergaulan tersebut dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari dan kita bisa menjaga pergaulan dengan lawan jenis agar tidak terjerumus ke perbuatan zina.
C. Kata Penutup
Demikianlah makalah sederhana ini kami susun. Terimakasih atas antusisme dari pembaca yang sudi menelaah dan mengimplementasiakan isi makalah ini. Saran kritik konstruktif tetap kami harapkan sebagai bahan perbaikan sekian.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ashqalani, Ibnu Hajar. Bulughul Maram : min Adillati al-Ahkam. (Riyadh : Dar ‘Alim al-Kutub, 1996)Halim Ritonga, Abdul. Dua Belas Tema Pokok Hadis Seputar Fiqh dan Sosial Kemasyarakatan.( Bandung : Cipta Pustaka, 2009) 
Asy-Saukani, Muhammad. Nailul Authar. Terj. Adib Bishri Mustafa. (Semarang : Asy-Syifa, 1994)
Ja’far, Abidin. Hadist Nabawi. CV.MT.Furqan (Banjarmasin:2006)
Syekh Muhammad bin Umar An-Nawawi Al-Batani. Penafsiran Hadis Rasulullah SAW Secara Kontekstual. Trigenda Karya. (Bandung: 1994)

HAK PERWALIAN PERKAWINAN PADA ANAK ADOPSI (PEREMPUAN)

HAK PERWALIAN PERKAWINAN PADA ANAK ADOPSI (PEREMPUAN)
(STUDI PERBANDINGAN DAlam HUKUM PERDATA DAN HUKUM ISLAM)
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Metodologi penelitian
Desen Pengampu : A. Supriyadi, SH, MH



Oleh :
Linda Alfi Lutfinda : 210067

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH/AS
TAHUN 2012

HAK PERWALIAN PERKAWINAN PADA ANAK ADOPSI (PEREMPUAN)
(STUDI PERBANDINGAN DAlam HUKUM PERDATA DAN HUKUM ISLAM)

A. LATAR BELAKANG
Perkawinan adalah hal yang penting bagi umat islam. Dan dari suatu perkawinan timbul hukum-hukum yang menyertainya. Dengan prosedur perkawinan yang sah menurut agama akan tercipta suatu pergaulan yang baik antar individu maupun kelompok. Perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan yang dilakukan dengan memenuhi rukun dan syarat sah akan tercipta sebuah tali perkawinan yang halal dan terhormat. Hal ini sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna. Karena manusia diberi akal dan fikiran, jadi tidak lah sama dengan hewan yang hanya kawin begitu saja. Dan dengan dilaksanakan perkawinan tersebut terbentuk sebuah keluarga yang sakinah, mawadah, dan warohmah. Seperti pada UU No. 1 tahun 1974 tenteng perkawinan yang berlaku di Indonesia menyebutkan: “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk sebuah keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Selain itu dalam hukum negara kita, saat terjadinya perkawinan antara laki-laki dan perempuan diharuskan oleh negara untuk mencatatkannya pada Kantor Urusan Agama (KUA).
Wali adalah merupakan syarat sahnya suatu perkawinan, sehingga wali menentukan sah atau tidaknya suatu perkawinan. Menurut pendapat imam syafi’i, tidak akan sah suatu pernikahan tanpa adanya wali bagi pihak perempuan, sedangkan pada pihak laki-laki tidak diperlukan wali nikah untuk sahnya pernikahan tersebut. Demikian juga menurut Ibnu Qudamah dari madzhab Hambali menyatakan, wali harus ada dalam perkawinan (rukun nikah), yakni harus hadir ketika melakukan akad nikah. Dari kedua pendapat tersebut cukuplah jelas bahwa tidak sah suatu perkawinan tanpa adanya wali. Dan dalam kajian ini membahas mengenai perwalian terhadap mempelai perempuan yang merupakan anak adopsi.
Pengadopsian anak di Indonesia semakin berkembang mengingat banyaknya anak yatim piatu yang kehilangan orangtuanya dalam bencana alam (misal: tsunami di Aceh), dan juga banyaknya anak yang lahir diluar perkawinan yang sah sebagai akibat dari pergaulan bebas yang marak dikalangan remaja, yang kemudian dititipkan di Panti Asuhan atau bahkan dibuang begitu saja oleh orang tuanya yang tak bisa menahan malu karena memiliki anak diluar nikah.
Pengangadopsiananak tidak semudah mengucapkannya, karena hal ini berdampak pada kehidupan sosial dan pribadi anak. Terutama disaat si anak adopsi tersebut akan menikah. Karena dibutuhkan seorang wali baginya. Apalagi jika anak tersebut adalah anak adopsian dari panti asuhan yang tidak jelas asal usulnya. Ataupun jika data dipanti asuhan tidak lengkap sehingga tidak dapat dicari tau tentang keluarga dekat yang bisa menjadi wali nikahnya. Hal ini akan menjadi sulit untuk menentukan siapa yang berhak menjadi walinya. Dalam hukum perdata umum, anak adopsi tidak hanya berasal dari anak yang jelas asal usulnya, tetapi juga anak yang lahir di luar perkawinan yang sah (tidak jelas asal usulnya) yang dalam islam disebut “Laqith”. Selain itu juga anak yang diadobsi dari seorang ibu yang dulunya diperkosa oleh beberapa lelaki, juga akan sulit untuk menentukan siapa ayah biologisnya. 

B. RUMUSAN MASALAH
Dengan memperhatikan latar belakang diatas maka dapat merumuskan beberapa masalah yang dapat dikaji dalam penelitian ini, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai beriku:
A. Bagaimana perwalian pada perkawinan anak adopsi menurut Hukum Perdata
B. Bagaimana perwalian pada perkawinan anak adopsi menurut Hukum Islam

C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana pandangan Hukum perdata tentang perwalian pada perkawinan anak adopsi
2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan Hukum Islam tentang perwalian pada perkawinan anak adopsi

D. KEGUNAAN PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan berguna bagi masyarakat pada umumnya dan bagi penyusun atau penulis khususnya. Adapun diantara kegunaan penelitian ini adalah:
1. Teoritis: penelitian ini diharapkan mampu untuk memberikan manfaat pengetahuan tentang perwalian pada perkawinan anak adopsi pada khususnya, serta sebagai sumbangan khazanah ilmu pengetahuan pada umumnya.
2. Praktis: penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk lebih mengenal dan memahami perbandingan antara Hukum perdata dan Hukum Islam mengenai perwalian pada perkawinan anak adopsi

E. PENEGASAN ISTILAH
• Hak: suatu kewenangan atau kekuasaan yang diberi hukum pada setiap individu, suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum baik pribadi maupun umum. Contoh: hak memilih agama sesuai kepercayaan masing-masing.
• Perwalian: mereka yang berhak terhadap anak yang belum berumur 21 tahun dan atau belum pernah melangsungkan perkawinan.
• Perkawinan: ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk sebuah keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
• Anak adopsi: anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.
• Hukum perdata: peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang lain, yang menitik beratkan pada kepentingan peroangan dan pelaksanaan sepenuhnya diserahkan sepenuhnya kepada orang yang berkepentingan itu sendiri.
• Hukum Islam
F. KERANGKA BERFIKIR
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka diharapkan kerangka pemikiran ini bisa dijadikan sebagai landasan awal atau kerangka berpikir yang memberikan arah membahas mengenai permasalahan bagaimana perwalian pada perkawinan anak adopsi menurut Hukum Perdata dan bagaimana perwalian pada perkawinan anak adopsi menurut Hukum Islam. Karena pastilah ada perbedaan dari kedua hukum ini, yaitu antara Hukum Perdata dan Hukum Islam. Karena itulah saya membahas studi perbandingan antara Hukum Perdata dan Hukum Islam mengenai permasalahan “Hak Perwalian pada Perkawinan Anak Adopsi”.
G. TELAAH PUSTAKA
a. Perwalian menurut perdata
• PENGERTIAN PERWALIAN MENURUT HUKUM PERDATA
Menurut hukum perdata perwalian berasal dari kata “wali” yaitu yang mempunyai arti orang lain selaku pengganti orang tua yang menurut hukum diwajibkan mewakili anak yang belum dewasa atau belum akil baligh dalam melakukan perbuatan hukum, dalam kamus hukum perkataan wali juga diartikan pula sebagai orang yang mewakili.
Perwalian juga disebut dengan “Voogdij”, yaitu pengawasan terhadap anak dibawah umur, yang tidak berada dalam kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut diatur oleh Undang-Undang. Dengan demikian segala sesuatu mengenai hal tersebut berada dibawah perwalian.

b. Perwalian pada perkawinan anak adopsi menurut Hukum Perdata
Pengangkatan anak mempunyai akibat hukum terhadap anak tersebut, yakni dalam hal pewarisan dan perwalian. Berdasarkan statusnya anak adopsi menurut hukum perdata, hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua angkat setelah pengadopsian terjadi, hal ini berdasarkan ketentuan yang diatur staatblad nomor 129 tahun 1979, bahwa akibat dari pengadopsian anak adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkatnya.
Dalam hal perwalian, sejak putusan pengadilan dikeluarkan maka orang tua angkat menjadi wali dari anak adopsi tersebut. Sejak saat itu pula hak dan kewajiban orang tua kandung berpindah kepada orang tua yang mengadopsinya. Kecuali pada anak angkat perempuan yang beragama islam. Karena jika dia akan menikah yang bisa menjadi wali nikahnya hanyalah ayah kandungnya atau saudara laki-laki sedarahnya.
Dalam hal perkawinan sebagaimana yang telah diatur dalam Hukum Perdata perkawinan merupakan institusi yang sangan penting bagi masyarakat. Eksistensi institusi ini adalah untuk melegalkan hubungan seorang laki-laki dan perempuan dalam ikatan perkawinan.

a. Perwalian menurut Hukum Islam
• PENGERTIAN PERWALIAN MENURUT HUKUM ISLAM
Dalam literatur islam, perwalian disebut dengan al-walayah, hakikat al-walayah adalah “tawally al-amr” yang berarti mengurus, menguasai sesuatu. Secara etimologis juga memiliki arti diantaranya al-mahabbah (cinta) dan al-nasharah (pertolongan).
Menurut Abdurrahman Al-Jaziry dalam kitabnya Al-Fiqhu ‘Alaa Madzahib Al-Arba’ah bahwa wali dalam perkawinan adalah penentu sah atau tidaknya perkawinan, kama tak akan sah perkawinan jika tanpa wali.
Menurut ulama’ fiqih , wali disebut dengan wilayah, yaitu kekuasaan terhadap pemeliharaan (jiwa atau harta) tanpa bergantung pada orang lain.

b. Perwalian pada perkawinan anak adopsi menurut Hukum Islam
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa wali dalam perkawinan adalah seseorang yang menentukan sah atau tidaknya akad (perkawinan) dan tidak sah tanpa adanya wali. Bahkan menurut imam syafi’i tidak akan sah tanpa adanya wali bagi calon mempelai perempuan, sedangkan calon mempelai laki-laki tidak memerlukan adanya wali untuk sahnya perkawinan tersebut. Karena dari rukun dan syarat sah nikah, wali merupakan yang terpenting.
Berdasarkan pembahasan di atas bahwa tradisi pada zaman dulu yang memberi status anak adopsi sama dengan anak kandung itu tidak diperbolehkan (dilarang) dan tidak diakui oleh Islam sehingga hubungan anak adopsi dengan orang tua yang mengadopsinya dan keluarganya masih sama seperti sebelum anak itu diadopsi. Dan tidak mempengaruhi kemahraman dan kewarisan, baik anak yang diadopsi tersebut berasal dari kerabat sendiri maupun orang lain. Maka antara anak adopsian boleh menikah dengan keluarga dari orang tua yang mengadopsinya dan orang tua angkat atau keluarganya tidak diperbolehkan menjadi wali, kecuali bila diwakilkan kepadanya oleh ayah kandungnya atau keluarga kandungnya yang lain.
Dari sini bisa disimpulkan bahwa perwalian pada perkawinan anak adopsi sama dengan perwalian anak kandung, yaitu yang berhak menjadi wali pada perkawinan anak adopsi adalah ayah kandungnya dan garis keturunan ke atas (wali nasab). Dan apabila wali nasab tidak bisa bertindak sebagai wali maka berpindah pada wali hakim, dan apabila wali hakim juga tidak bisa bertindak sebagai wali nikahnya maka berpindah kepada wali muhakkam. Hal tersebut berdasarkan status anak adopsi, yakni tidak ada ikatan hubungan kemahraman dengan orang tua angkatnya.

H. METODE PENELITIAN

1. Jenis penelitian
Penelitian ini disebut dengan Library Resech (penelitian literatur) karena merujuk dari buku-buku (kepustakaan) untuk menyelesaikan permasalahan.

2. Pendekatan penelitian
Untuk mendapatkan gambaran yang utuh tentang obyek yang diteliti maka penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, karena berusaha mempelajari suatu masalah lalu menganalisa dan menyelesaikan dengan pedoman dari buku-buku sebagai literatur untuk memecahkan permasalahan yang sedang dibahas sehingga bisa ditarik kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.

3. Pendekatan masalah penelitian
Pendekatan normatif: melihat ketentuan yang berlaku dalam norma agama dan norma hukum.
Pendekatan tekstual: melihat dari teks atau dalil, dan teori.

4. Jenis data
• Data primer: yaitu sumber data yang berasal dari pemikiran dan pendapat para ahli yang membahas tentang tema dari penelitian ini seperti pemikiran dan pendapat imam syafi’i, “tidak akan sah suatu pernikahan tanpa adanya wali bagi pihak perempuan, sedangkan pada pihak laki-laki tidak diperlukan wali nikah untuk sahnya pernikahan tersebut”, dan juga menurut Ibnu Qudamah dari madzhab Hambali menyatakan, wali harus ada dalam perkawinan (rukun nikah), yakni harus hadir ketika melakukan akad nikah.
• Data sekunder: yaitu data yang bersumber dari buku-buku yang menjadi refrensi dalam penulisan penelitian ini, seperti:
Hukum perkawinan islam karya Moh. Idris Ramulyo
Hukum Perdata karya Komariah, SH, M.Si
Himpunan Perundang-Undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama (UU No.1 Thn.1974)

I. METODE PENGUMPULAN DATA
Metode pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Dokumentasi/studi pustaka (Literatur), karena menggunakan pedoman dari buku-buku (yang terkait), UU dan konsep pemikiran para tokoh mengenai hak perwalian pada perkawinan anak adopsi. Dan urutan langkah-langkahnya dalah sebagai berikut:
Pencatatan data-data yang berkaitan dengan penelitian
Melakukan pengkajian terhadap data yang telah diperoleh

J. METODE PENYAJIAN DATA
Metode penyajian data dalam penelitian ini adalah Deskriptif Kualitatif: yaitu memberikan gambaran-gambaran hukum dari rukun nikah yaitu mengenai perwalian perkawinan pada umumnya dan perwalian pada perkawinan anak adopsi pada khususnya.

K. METODE ANALISIS DATA
Setelah mengumpulkan data selanjutnya mengadakan penyaringan terhadap data yang valid dan relevan dengan penelitian yang dibahas, dan metode yang dipakai adalah metode deduktif: yaitu mencari kesimpulan dari yang umum menuju ke khusus. Metode ini digunakan untuk mencari bukti-bukti khusus dari pernyataan umumnya yaitu tentang perwalian. Dan menjelaskan secara khusus tentang perwalian pada perkawinan anak adopsi.

DAFTAR PUSTAKA

• Moh. Idris R, Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 1996
• Himpunan Peraturan Perundang-Undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama, Departemen Agama RI, Tahun 2001.
•http:// revolusidamai.multiply.com/journal/item
• Himpunan Peraturan Perundang-Undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama, Departemen Agama RI, Tahun 2001.
• Komariah, SH, M.Si. Hukum Perdata. Malang: UMM Press. 2004
• Sodharyo soimin. Hukum Orang dan Keluarga. Jakarta: Sinar Grafika. 2000
• Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT. Intermasa. 1985
• Salim HS. Pengantar Hukum Perdata Tertulis, cet. II. Jakarta: Sinar Grafika. 2003
• Muhammad Amin S. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2000
• Moh. Idris R. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Sejarah Filsafat

Sejarah Filsafat
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : ilmu taukhid
Desen Pengampu : Nur Aris, M.Ag


Oleh :
Linda Alfi Lutfinda : 210067
Nailul Akhsin Alfarochi : 210065

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH / AS
TAHUN 2011

I. PENDAHULUAN
Doktrin agama islam, pada dasarnya terdiri dari dua pilar utama, yaitu Akidah dan Syari’ah, Aqidah sering diposisikan sebagai ajaran agama yang lebih bersifat teoritis yang harus di yakini kebenarannya semua orang muslim. Islam merupakan agama yang mempunyai sejarah pergulatan teologi yang panjang, dengan rentang sejarah yang panjang ituteologi islam pernah menancapkan sebuah fakta untuk turut serta meramaikan pergulatan intelektual dalam pentas peradaban ilmu pengetahuan dan politik dunia, berbagai konsep dan sudut pandang teologi muncul secara dialektis dalam kebudayaan islam. Perbedaan pandangan teologis itu berangkat dari beragamnya logika forma atau paradigma, sudut pandang atau prespektif yang digunakan oleh umat islam sendiri dalam menangakapdan menafsirkan tuhan, ada yang memahami tuhan melalui rasio dan ada yang cukup puas dengan informasi teks dan seterusnya.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Apa teologi Islam?
2. Penyebab lahirnya teologi islam.

III. PEMBAHASAN
1. Teologi Islam.
Kata Teologi dalam pengertian logat (etimologi) berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari kosa kata Theo (tuhan) dan logos (yang berarti akal, pikiran, ucapan, pembahasan). Dalam konteks logat tersebut teologi mempunyai pengertian ilmu yang membahas tentang tuhan. Pengertian teologi dapat pula sebagai ilmu yang membahas tentang Tuhan dengan segala seginya termasuk didalamnya soal-soal wujudnya ke Esaan-Nya, sifat-sifatnya serta ilmu-ilmu yang membahas pertaliannya dengan alam semesta. baik disandarkan kepada wahyu maupun disandarkan pada penyelidikan akal pikiran.
Teologi disebut juga ilmu kalam yaitu ilmu yang menerangkan sifat-sifat Allah yang wajib diketahui dan dipercayai, dan yang terpenting adalah pembahasan mengenai ke Esaan Allah, oleh karena itu ilmu kalam disebut juga ilmu tauhid. Ada juga yang menyebut teologi dengan ilmu ushul arrtinya ilmu yang membahas tentang pokok-pokok kepercayaan dalam agama.
Kepercayaan tentang tuhan dalam istilah teologi disebut dengan iman dari akar bahasa arab أمن,يؤمن,إيماناartinya percaya. Sedangkan secara terminologiada beberapa pengertian tentang iman yang dirumuskan oleh masing-masing aliran teologi islam yakni : 
a. Menurut Aliran Khawarij Iman adalah Ma’rifat dan Al-amal.
b. Menurut aliran mu’tazilah, Iman adalah mengerti dan mengamalkan agama islam.
c. Menurut Aliran Murji’ah, Iman adalah percaya adanya tuhan dengan hati saja.
d. Menuru Aliran Asya’ariyah, Iman adalah Al-Tashdiq Billah (membenarkan kepada adanya Allah).
e. Menurut Aliran maturidiyah golongan samarkan, iman pastinya lebih dari tashdiq, iman adalah mengetahui tuhan dengan ketuhanannya.

2. Penyebab lahirnya teologi islam

Faktor-faktor penyebab lahirnya teologi islam dapat digolongkan kepada dua bagian yaitu :
1. Faktor yang datang dari dalam islam dan kaum muslimin sendiri.
2. Faktor yang datang dari luar mereka, karena adanya kebudayaan-kebudayaan lain dan agama-agama yang bukan islam.
1. Faktor yang datang dari dalam islam dan kaum muslimin sendiri
a. Dari Al-Qur’an.
Qur’an sendiri disamping ajakan kepada tauhid dan mempercayai kenabian hal-hal yang lain juga didalamnya menceritakan tentang adanya golongan dan agama-agamayangada pada masa Nabi Muhammad SAW yang mempunyai kepercayaan yang tidak benar, pandai dalam agama islam ini menggunakan metode untuk menolak orang-orang yang berselisih. 

b. Dari umat islam
Ketika kaum muslimin selesai membuka negri-negri baru untuk masuk islam, mereka mulai tenang dan tentram pikirannya, disamping melimpah-melimpahnya rizqi. Disinilah mulai mengemukakan persoalan agama dan berusaha mempertemukan nas-nas agama yang kelihatannya saling bertentangan. Pada mulanya agama itu hanyalah merupakan kepercayaan-kepercayaan yang kuat dan sederhana tidak perlu diperselisihkandan ttidan memerlukan penyelidikan. Penganut-pengan utnya menerima bulat-bulat apa yang diajarkan agama kemudian dianutnya sepeneh hatinya tanpa memerluka penyelidikan dan pemilsafatan dalam penalaran.
Setelah itu datanglah fase-fase penyelidikan dan pemikiran dan membicarakan soal-soal agama secara filosofis, disinilah kaum muslimin mulai memakai filsafat untuk menguatkan alasan-alasannya.
c. Masalah politik
Dan barang kali yang tepat untuk soal ini adala tentang khilafah (pimpinan pemerintahan)sesudah wafatnya Rosulullah SAW. Ketika Rosulullah wafat tidak mengangkat seorang penggantinya. Karena itu antara sahaabat muhajirin dan anshor terdapat perselisihan, masing-masing menghendaki supaya pengganti rosul dari pihaknya.sebenarnya soal khilafah itu adalah soal politik, ditambah lagi terbunuhnya sahabat Ustman r.a. dalam keadaan gelap. Sejak itu kaum muslimin terpecah belah menjadi beberapa partai, yang masing- masing sebagai pihak yang benar dan hanya calon dari padanya yang berhak menjadi sebagai pimpinan negara.
Perbedaan pendapat diantara sahabat para Nabi tersebut selalu terjadi, dan ddikemudian hari perbedaan pendapat yang awalnya masalah politik itu memunculkan kelompok-kelompok aliran dalam islam, seperti aliran khowarij, syi’ah, dan ahlusunnah waljama’ah.
2. Faktor dari luar mereka
a. Dari orang-orang yang menetap pada agama yang baru (islam) mulailah mereka memikirkan ajaran agama mereka yang lama dan digunakan untuk mempengaruhi berbagai masalah keagamaan, dan memasukan ajarnnya dalam ajaran agama islam.
b. Golongan islamiah awal, terutama golongan mu’tazilah memusatkan perhatiannya untuk penyiaran islam, dan membantah alasan-alasan mereka yang memusuhi islam. Keadaan isi sudah barang tentu golongan mu’tazilah dan golongan-golongan lainnya mengambil yang dipakai lawannya(agama yahudi yang disenjatai dengan filsafat yunani dan agama masehi dengan platonisme yaitu filsafat. Dengan masuknya filsafat semakin banyak pula pembicaraan ilmu kalam, contoh : jauhar, ardl.
c. Sebab lain adalah karena kebutuhan bagi para mutakallimin kepada filsafat, maka mereka terpaksa mempelajari logika dan filsafatterutama segi ketuhanan untuk mengimbangi lawan-lawannya.
Semua yang diatas adalah faktor-faktor yang menyebabkan lahirnya teologi islam baik dari faktor intern maupun faktor ekstern.
Teologi islam kontemporer juga disebut teologi islam modern, berbicara modern sudah barang tentu tidak lepas dari tradisional (teologi islam tradisionan/klasik) istilah tradisional dimaksudkan mengikuti nilai-nilai muslim yang telah mapan yang telah bertahan lama. Tradisionalis membawa identifikasi dengan sebuah kelompok muslim yang berlawanan dengan kepercayaan-kepercayaan dan pandangan-pandanga modernis, yang mengidentifikasikan asosiasi dengan pentingnya akal dan filsafat sebagai alat dalam semua fase kehidupan manusia, termasuk agama demi kondisi manusia yang lebih baik. Teologi islam tradionalis hanya percaya kepada akidah-akidah dan dalil-dalil yang ditujukan oleh nash. Karena nash tersebut adalah wahyu yang diturunkan oleh tuhan Nabi Muhammad SAW. Tidak percaya pada metode logika,rasionaldan filsafat. Karena metode ini tidak terdapat pada masa sahabat dan tabiin. 

IV. KESIMPULAN
Teologi islam adalah ilmu yang membahas tentang tuhan, faktor-faktor timbulnya teologi islam itu ada yang bersifat intern dan ekstern. Teologi islam klasik (tradisional) hanya mengacu pada dalil-dalil nash tanpaadanya penyelidikan dan pemilsafatan dalam penalaran. Sedangkan teologi islam kontemporer (modern) lebih mengacu pada akal dan filsafat dalam memahami agama untuk memperkuat alasan-alasannya.

DAFTAR PUSTAKA

- H. Masdi “menyikap Tabir perbedaan pemikiran Teologis KH. Ahmad dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari” idea press yogyakarta 2009.
- Ahmad Hanafi, M.Ag “Theologi islam (ilmu kalam) PT. Bulan Bintang Jakarta 1996.

Metode Penelitian Hukum

METODE PENELITIAN HUKUM

“ Setiap ilmu mempunyai identitas sendiri-sendiri, oleh karena itu selalu terdapat perbedaan . Metotodologi penelitian yang diterapkan dalam ilmu selalu disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya “ 
PH normatif/doctrinal/kepustakaan: PH yang menggunakan sumber data sekunder
PH dapat dibedakan
PH empiris/sosiologis: PH yang mempergunakan sumber data primer

Tingkah laku manusia dengan ciri-cirinya yang khusus tingkah laku verbal
Tingkah laku nyata
Data dapat dikelompokkan Hasil tingkah laku manusia dan ciri-cirinya yang khusus peninggalan 2 fisik
Bahan-bahan tertulis
Data hasil simulasi
“ Data primer: data yang langsung diperoleh dari masyarakat , sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan kepustakaan “

PENELITIAN HUKUM NORMATIF
Dokumen pribadi
Ds yg bersifat pribadi Data pribadi yg disimpan di lembaga
Data arsip
Ds yg bersifat publik Data resmi instansi
Data yg dipublikasikan
Data sekunder umum contoh: yurisprudensi MA
Bahan 2 hukum primer Pancasila
DS dlm hukum dilihat dari UUD 45, TAP MPR
sudut kekuatan mengikatnya Peraturan Per-undang 2 an
Bahn hukum yg dikodifikasikanmisalnya hukum adat 
Yurisprudensi , Traktat
Bahan 2 hukum sekunder Renc.Pert.Per-undang 2 an
Karya ilmiah para sarjana
Hasil penelitian
Bahan 2 hukum tersier Bibliografi
Indeks kumulatif

P. inventarisasi hukum positif

Pelaksanaan PH normatif dapat dibedakan P. Terhadap asas-asas hukum
P. untuk menemukan hukum in concreto
P. terhadap sistimatika hukum
P. terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal

P. inventarisasi hukum positif merupakan kegiatan pendahuluan yang bersifat mendasar untuk melakukan penelitian hukum dari tipe-tipe yang lain . Sebelum dapat diketemukan norma hukum in concreto atau ditemukan teori-teori tentang proses kehidupan hukum , haruslah diketahui lebih dahulu apa saja yang termasuk kedalam hukum positif yang sedang berlaku.
Menetapkan kriteria identifikasi untuk menyeleksi norma -
norma yang termasuk hukum positif atau norma sosial yg
Ada tiga langkah bukan norma hukum Legisme yg positivistis
dalam pelaksanaannya Ada tiga konsep untuk Hukum adalah pencerminan
menentukan kreteria dari kehidupan masyrakat itu sendiri
Hukum adalh identik dengan keputusan Hakim/kepala adat
Pengumpulan norma2 yang sudah diidentifikasikan sebgai norma hukum
Pengorganisasian norma2 yang sudah diidentifikasikan dan dikumpulkan kedalam sistem yang komprehensif
Penjelasan :
Legisme yang positivistis : berpendapat bahwa hukum identik dengan norma2 tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau oleh pejabat negara yang berwenang.

Penelitian terhadap asas-asas hukum .
Penelitian terhadap asas-asas hukum merupakan penelitian filosofis , karena asas hukum merupakan unsur ideal dari hukum. Penelitian ini bisa dilakukan terhadap bahan hukum primer dan hukum sekunder yang apabila mengandung norma-norma hukum, karena tidak semua perundang-undangan mengandung norma hukum , ada pasal-pasal yang hanya memberikan batasan atau definisi saja. Tanpa asas hukum norma-norma hukum akan kehilangan kekuatan mengikatnya.
Asas hukum konstitutif : asas yg harus ada dalam
Asas hukum dapat dibedakan suatu sistem hukum, tanpanya sesuatu tidak merupakan norma hukum
Asas hukum regulatif : asas ini diperlukan untuk dapat berprosesnya sistem hukum , tanpanya maka hukum akan menghasilkan ketidak adilan

Asas negara hukum
Asas sistem konstitusional
Asas kekuasan tertinggi di taangan MPR
Asas Presiden penyelenggara pemerintahan
Asas Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR
Contoh : UUD 45 Asas Menteri adalah pebantu Presiden dan tidak bertanggung jawab kepada DPR
Asas kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas

Penelitian untuk menemukan hukum in concreto :
Penelitian untuk menemukan hukum bagi suatu perkara in concreto merupakan usaha untuk menemukan apakah hukumnya yang sesuai untuk diterapakan in concreto (hukum yang secara nyata dilaksanakan atau dipatuhi oleh masyarakat) guna menyelesaikan suatu perkara tertentu dan dimanakah bunyi peraturan hukum itu dapat diketemukan .Penelitian hukum ini mensyaratkan sudah diselesaikannyainventarisasi hukum positif yang berlaku in abstracto. 

Penelitian terhadap sistimatika hukum :
Penelitian dilakukan terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder . Kerangka acuan yang dipergunakan adalah pengertian-pengetian dasar yang dapat dalam sistem hukum.
Masyarakat hukum

Subyek hukum
Hak, kuwajiban
Pengertian dasar peristiwa hukum
Hubungan hukum
Obyek hukum
Masyarakat hukum : masyarakat sebagai suatu sistem hubungan yang teratur dengan hukumnya sendiri. Sedangkan yang dimaksudkan dengan hukumnya sndiri adalah hukum yang tercipta didalam , oleh dan untuk sistem hubungan itu sendiri . Hubungan tersebut mungkin mempunyai arti abstrak ( relasi ) atau konkrit ( komunikasi ).
Subyek hukum merupakan pihak-pihak yang menjadi pendukung hak dan kewajiban dalam yang teratur, yaitu yang disebut masyarakat hukum.
Mandiri ; mampu bertingkah laku/melakukan tindakan
Terlindung: dianggap tidak mampu bertingkah laku atau
Sifat subyek hukum melakukan tindakan
Berkemampuan penuh, tetapi tingkah laku atau tindakannya dibatasi
Pribadi yg bersifat alamiyah ( natuurlijke persoon)
Subyek-subyek hukum adalah yaitu manusia tanpa kecuali
Pribadi hukum ( rechts persoon )
Suatu keseluruhan harta kekayaan, misalnya : wakaf dan yayasan
Suatu bentuk relasi, misalnya koperasi, perseroan terbatas
Pejabat, yaitu perangkat peranan ( yang dikaitkan dengan status )
Hak merupakan peranan yang bersifat fakultatif, karena boleh tidak dilaksanakan , peranan tersebut kerapkali disebut wewenang. Sedangkan kewajiban atau tugas merupakan peranan yang bersifat imperatif, karena harus dilaksanakan

Penelitian terhadap taraf singkronisasi vertikal dan horizontal :
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan kenyataan sampai sejauh manakah suatu perundang-undangan tertentu serasi secara vertikal ataau secara horizontal, apabila perundang-undngan tersebut adalah sederajat dan termasuk bidang yang sama.
Untuk dapat melakukan penelitian taraf sinkronisasi , lebih dulu harus dilakukan inventarisasi perundang-undangan yang mengatur bidang hukum yang telah ditentukan untuk diteliti . Hirarki perundang-undangan sebagaimana ketetapan MPRS No : XX/MPRS/1966
UUD 1945
Ketetapan MPR
Undang-Undang /PERPU
Hirarki Peraturan Pemerintah ( PP )
Keputusan Presiden
Peraturan-peraturan Pelaksanaan lainnya : Peraturan Menteri, Intruksi Menteri
Inventarisasi tersebut juga harus dilakukan secara kronologis yaitu sesuai dengan urutan-urutan waktu dikeluarkannya perundang-undangan tersebut.

PENELITIAN HUKUM SOSIOLOGIS
Hukum dapat dipelajari&diteliti sebagai suaatu studi mengenai
Studi hukum law in books
Hkm dapt dipelajari&diteliti sebagai suatu studi mengenai law in action : merupakan studi ilmu sosial yang non doktrinal dan bersifat empiris
Dalam studi sosial hukum tidak dikonsepsikan sebagai suatu gejala normatif yang mandiri ( otonom ) , tetapi sebagai suatu institusi sosial yang dikaitkan scara riil dengan variabel-variabel sosial yang lain .
Sebagai variabel penyebab(independent variabl)yg
menimbulkan akibat-akibat pada berbagai segi
Hkm scr impiris merupakan kehidupan sosial
gejala masyarakat dpt dipelajari Sebagai variabel akibat(dependent variabl) yang timbul sebgai hasil akhir ( resultante ) dari berbagai kekuatan dalam proses sosial. Studi hkm ini bukan studi hukum normatif ,hal ini disebut sosiologi hukum ,yaitu apabila sarana studinya adalah hukum sebagai variabel akibat atau merupakan studi hukum dan masyarakat,yaitu apabila sasaran studinya ditujukan pada hukum sebagai variabel independen
Adanya perbedaan penelitian normatif dan sosiologis akan mengakibatkan perbedaan pada langkah-langkahteknis penelitian yag harus dilakukan dan pada disain-disain penelitian yang harus dibuat. 

Perbedaan

P.Hukum Normatif P.Hukum Sosiologis
-menekankan pada langkah-langkah-memberikan arti penting pada 
spekulatif –normatif dan analisis normatif- langkah-langkahobservasi dan 
analisis yang bersifat empiris – kuantitatif. Sehingga langkah-langkahdan disain-disain teknis penelitian hukum yang sosiologis mengikuti pola penelitian ilmu-ilmu sosial khususnya sosiologis ( sehingga di namakan socio-legal research ). Oleh karena itu langkahnya adalah dimulai dari perumusan permasalahan dan perumusan hepotetis, melalui penetapan sampl, pengukuran variabel ,pengumpulan data dan pembuatan disain analisis, sedangkan seluruh proses berakhir dengan penarikan kesimpulan. 

1.Metode yang akan digunakan;
Maksudnya adalah metoda pendekatan apa yang sekiranya akan diterapkan dalam penelitian yang akan dilakukan:
Pendekatan yg bersifat normatif(legal research)
Metoda empiris ( yuridis sosiologis )
Menggunakan gabungan keduanya

LANGKAH-LANGKAHPENELITIAN 
Ada tujuh langkah penelitian sosial yang harus ditempuh ( Masri Singarimbun )
Merumuskan masalah penelitian dan menemukan tujuan survai
Menemukan konsep dan hipotesa serta menggali kepustakaan
Pengambilan sampel
Pembuatan kuesioner
Pekerjaan lapangan ,termasuk memilih dan melatih pewawancara
Mengedit dan mengkode
Analisa dan pelaporan
Sedangkan untuk penelitian hukum menurut Soerjono Soekanto ada tiga belas langkah:
Perumusan judul penelitian
Perumusan pengantar permasalahan
Perumusan masalah
Penegasan maksud dan tujuan
Penyusunan kerangka teoritis yang bersifat tentatif
Penyusunan kerangka konsepsional dan definisi operasional
Perumusan hipotesa
Penulisan /penetapan metodologi
Penyajian hasil-hasil penelitian
Analisa data yang telah terhimpun
Penyusunan suatu ikhtisar hasil-hasil penelitian
Perumusan kesimpulan
Penyusunan saran-saran

Sedangkan Ronny Hanitijo Soemitro berpendapat, ada sepuluh langkah, yaitu :
Perumusan masalah
Penelaahn kepustakaan
Identifikasi variabel-variabel
Penyusunan hipotesa
Penentuan sampel
Pengumpulan data
Pengolahan dan penyajian data
Analisa data
Interpretasi hasil analisa data
Penyusunan laporan penelitian

PERUMUSAN MASALAH :
Adanya jarak antara harapan dengan kenyataan
Tidak adanya kesesuaian antara rencana dengan pelaksanaan
Masalah timbul Tidak adanya kesamaan antara das sollen dengan das sain
Tingkah laku tidak sesuai dengan norma yang berlaku
Tindakan yang tidak sesuai dengan rasa keadilan
Kebijakan yang tidak memenuhi harapan masyarakat
Penghasilan yang tidak sesuai dengan kebutuhan hidup
Kata-kata yang tidak sesuai dengan perbuatan
Penepatan janji tidak sesuai atau tidak dilaksanakan
Setelah dapat ditentukan bidang-bidang yang diteliti ,maka langkah selanjutnya adalah merumuskan masalah-masalahapa yang sekiranya ada dalam penelitian itu. Perumusan masalah dapat dianggap sebagai salah satu bagian yang penting dalam penelitian hukum . Adanya perumusan masalah yang tegas akan dapat dihindari pengumpulan data yang tidak diperlukan sehingga penilitian akan lebih terarah pada tujuan yang ingin dicapai . 
Sederhana,padatdan jelas 
Dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya
Dirumuskan sekhusus mungkin dengan syarat
Masalah harus dirumuskan masih tetap mencerminkan adanya hubungan antara berbagai variabel
Perumusan hendaknya memberi petunjuk tentang kemungkinan pengumpulan data guna menjawab pertanyaan yang terkandung dalam perumusan itu.

Kepustakaan
Permasalahan dapat dirumuskan Pengalaman pribadi
dari bermacam-macam sumber Pengamatan sepintas
Diskusi, seminar ,lokakarya
Pernyataan pejabat yang berwenang

Dari perumusan masalah yang dikemukakan haruslah dapat diketahui manfaat(signifikan) dari penelitian itu diharapkan dapat menemukan pemecahan atau jawaban terhadap permasalahan yang dikemukakan itu. Manfaat ilmiah perlu di tonjolkan .
MEMILIH POKOK MASALAH
Untuk memilih pokok permasalahan atau thema pokok dari persoalan, perlu dipertimbangkanempat kreteria : 
Manageble : harus terjangkau oleh peneliti ( menguasai )
Kreteria pengambilan Obtainable : tersedia data/bahan/kepustakaan/teknik
pokok masalah Significance : cukup penting untuk diteliti
Interest : adanya minat atau kemauan/hasrat
JUDUL
Judul ditetapkan setelah diketahui seluk beluk persoalannya sesudah mengadakan orientasi letterer maupun empiris . Fungsi judul adalah untuk menunjukkan kepada pembacanya mengenai : hakekat obyek penelitian, wilayah dan metoda yang dipergunakan.
Judul sesuai dengan isi kegiatan baik kuantitatif (luas
Memilih judul perlu wilayah ) maupun kualitatif ( sesuai dalam corak dan
dipertimbangkanhakekat persolan ) 
Pemakaian kata-kata jelas ,tandas singkat literer dan tidak merupakan pertanyaan
TINJAUAN PUSTAKA

Setelah permasalahan dirumuskan , langkah selanjutnya adalah mencari konsepsi-konsepsi ,pandangan-pandangan atau penemuan-penemuan yang relevan dengan pokok permasalahannyaatau teori-teori. Itu semua bisa didapatkan dari dua sumber : 
Referensi pokok/umum ( buku-buku teks,ensiklopedia,monograf ,
Review, dan lain-lain )
Dua sumber Referensi khusus ( buletin penelitian, jurnal penelitian , majalah
penelitian periodik, tesis disertasi, laporan penelitian dan lainnya )

Dari konsepsi atau teori-teori umum dilakukan penjabaran atau analisis melalui penalaran deduktif, sedangkan dari penemuan-penemuan atau hasil-hasil penelitian dilakukan sintesis ( perpaduan ) melalui penalaran induktif
Dari deduksi dan induksi yang berulang-ulang diharapkan dapat diperoleh jawaban yang dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya. Jawaban inilah yang diperlukan sebagai hipotesis penelitian.

Dalam mempelajari sumber-sumber pustaka sekaligus diidentifikasikan variabel-variabel yang relevan dengan permasalahan penelitian. Identifikasi variabel ini akan mempermudah peneliti dalam menyusun rancangan penelitian . Variabel : merupakan gejala yang bervariasi misalnya : jenis kelamin ,berat badan dan lainnya. Sedangkan gejala : merupakan obyek penelitian sehingga variabel adalah obyek penelitian yang bervariasi.
Diskrit /nominal/kategoris
Ordinal/lebih kurang
Kuantitatif
Variabel dibedakan Kontinum Interval

Kualitatif Ratio
Diskrit : variabel yang hanya dapat dikategorikan dalam dua kutub yang berlawanan , yaitu ” ya dan tidak ” , wanita dan pria, hadir dan absen , atas bawah. Sedangkan angka yang digunakan untuk menghitung yaitu banyaknya wanita, banyaknya yang hadir dan sebagainya, sehingga angka dinyatakan sebagai frekuensi.

Ordinal : variabel yang menunjukan tingkatan-tingkatan dan juga membandingkan yang satu kurang dibandingkan yang lain, misl. panjang,kurang panjang , Santi terpandai ,Yanti pandai, Susi tidak pandai.
Interval : variabel yang mempunyai jarak jika dibandingkan dengan variabel lain sedangkan jarak itu sendiri dapat diketahui dengan pasti, misl. jarak Semarang – Magelang 70 km, sedangkan jarak Semarang – Yogya 101 km, dengan demikian jarak Magelang- Yogya adalah 31 km.
Bila dibandingkan dengan ordinal , jarak dalam variabel ordinal tidak jelas.
Ratio : variabel perbandingan. Variabel ini dalam hubungan yang satu dengan yang lainnya adalah sekian kalinya. Misl. berat Ayah 70 kg, berat anaknya 35 kg , sehingga berat Ayah adalah dua kali berat anaknya.

Dalam persiapan metodologis untuk menguji hipotetis , peneliti harus memastikan variabel-variabel mana saja yang akan dilibatkan dalam penelitiannya. Variabel itu kemudian harus didefinisikan, diklasifikasikan dan ditentukan instrumen atau teknik pengumpulannya.Independent/ penyebab/bebas ( X )
Dependent/akibat/terikat/tergantung ( Y )
Secara umum variabel
Ada 4 atribut variabel
Instrumen /cara/metode/
teknik pengumpulannya
Nama variabel Definisi variabel Klasifikasi variabel
Catatan :
Jika keempat atribut telah dipastikan maka variabelnya sudah dioperasionalkan.Hanya variabel yang dapat dioperasionalisasikan saja yang dapat diteliti.

KERANGKA TEORI :

Penelitian haruslah selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis . Karena adanya hubungan timbal balik antara teori dengan kegiatan-kegiatan pengumpulan data, konstruksi , pengolahan data dan analisis data. Sedangkan data adalah berdasarkan fakta .

HUBUNGAN FAKTA DENGAN TEORI

MERAMALKAN

MEMPERKECIL JANGKUAN

MERINGKASKAN

MEMPERJELAS CELAH

MENOLONG MEMPRAKARSAI

MENOLAK

MENUKAR ORIENTASI

MENDEFINISIKAN KEMBALI

MEMBERI JALAN MENGUBAH

Teori meningkatkan keberhasilan penelitian karena teori dapat menghubungkan penemuan-penemuan yang nampaknya berbeda –beda ke dalam suatu keseluruhan serta memperjelas proses-proses yang terjadi di dalamnya.
Teori dapat memberikan penjelasan terhadap hubungan-hubungan yang diamati dalam suatu penelitian
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah teori adalah :
1. Logis dan konsisten, yaitu dapat diterima oleh akal yang sehat dan tidask adanya hal-hal yang saling bertentangan dalam kerangka pemikiran itu
2. Teori terdiri dari pernyataan –pernyataan yang mepunyai interrelasi yang serasi mengenai gejala tertentu
3. Pernyataan didalam sebuah teori mencakup semua unsur-unsur dari gejala yang termasuk ruang lingkupnya
4. Tidak boleh terjadi duplikasi dalam pernyataan –pernyataan itu
5. Teori harus dapat diuji kebenarannya secara empiris
Contoh : Manusia yang dibesarkan didalam suasana yang bebas pada umumnya lebih cepat untuk behasil maju dengan usahanya sendiri dari pada yang didik dalam suasana penuh dengan tekanan dan larangan.

HIPOTETIS
Hopotetis penelitian adalah merupakan kesimpulan penelaahan teoritis terhadap permasalahan penelitian yang masih harus diuji kebenarannya secara empiris. Karena fungsinga yang demikin itu maka :
Tidak boleh berwujud pertanyaan / permasalahan
Hipotetis

Harus merupakan jawaban pemecahan permasalahan yang dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau statement.
Ditolak ,jika salah ( faktanya tidak sesuai )
Diterima jika fatkta-fakta membenarkan
Hipotetis

Cara menyusun hepotetis tidak ada ketentuan yang berlaku secara umum , tetapi sebagai pegangan dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut :
Hipotetis hendaknya menyatakan hubungan antara dua
variabel atau lebih
Hipotetis hendaknya dinyatakan dalam kalimat pernyatan
deklaratif.
Hipotetis hendaknya dirumuskan secara jelas dan padat
Hipotetis hendaknya dapat diuji kebenarannya dengan cara mengumpulkan data empiris.
Hipotetis pada umumnya dirumuskan dalam bentuk hubungan atau perbedaan.
Dari teori yang dicontohkan dalam bab teori dapat dibuat hipotesis :
” Anak yang berasal dari keluarga yang orang tuanya tidak membebaskan keluar rumah untuk mengunjungi berbagai peristiwa ,tidak dapat melakukan tugas luar yang diberikan oleh guru.”
Memperjelas suatu kesimpulan tentang suatu masalah
Memperjelas keadaan yang membingungkan /masih
menjadi teka-teki
Mendapat arah bagi suatu tindakan
Fungsi hepotesisi Membuat suatu prediksi yang mungkin
Memberi tujuan dan arah kepada penelitian
Menegaskan pikiran si penyelidik mengenai hal ikhwal sebelumnya ,lagi pula apa yang akan meliputi karyanya kemudian
Menyempitkan batas-batas lapangan penelitian ,dimana harus dikumpulkan keterangan –keterangan yang relevant.
Hipotesis mayor/ hipotesis induk yang menjadi sumber
dari anak hipotesis ( hipotesis minor )
Hipotesis minor, anak hipotesis dijabarkan dari
JENIS –JENIS HIPOTESIS hipotesis mayor
Catatan : hipotesis anak harus sejalan dengan hipotesis induk. Tiap-tiap pengetesan terhadap sesuatu hipotesis minor , juga berarti pengetesan terhadap sebagian dari hakekat hipotesis mayor.
Misalnya terhadap hipotesis “ Bahwa kemiskinan adalah sebab dari pada kejahatan “ dapat disusun anak hipotesis :
: Bahwa ada hubungan yang positif antara derajat kemiskinan dengan besar kecilnya kejahatan pencurian
: Bahwa antara kemiskinan dan kejahatan perampokan ada hubungan searah
: dan sebagainya
Suatu kerangka berpikir dapat disusun sebagai petunjuk jalan untu pengetesan hipotesis :
Jika kemiskinan menjadi sebab daripada kejahatan, maka :
1. dimana ada kejahatan disitu ada kemiskinan
2. dimana tidak ada kejahatan disitu tidak boleh ada kemiskinan
3. kejahatan hanya dilakukan oleh orang-orang miskin
4. kejahatan tidak dilakukan oleh orang-orang yang tidak miskin
5. makin besar kemiskinan akan makin besar kejahataan yang dilakukan
6. makin kecil kemiskinan makin kecil kejahatan
7. ditempat-tempatdimana makin banyak kejahatan , disitu harus makin banyak kemiskinan 
8. ditempat-tempatdimana makin sedikit orang miskin , harus makin sedikit orang yang melakukan kejahatan 
9. dan sebagainya.
Hipotesis kerja /hipotesis asli/hipotesis alternatif ( Ha atau H1) contoh :
Orang tua lebih teliti menilai kepandaian anaknya daripada guru. Pria
Hipotesis lebih suka merokok daripada wanita. Jika hak milik pribadi semakin kuat, maka hak ulayat atas tanah semakin lemah
Hipotesis nol/hipotesis statistic ( Ho ) : hipotesis yang menyatakan kesamaan atau tidak adanya perbedaan antara dua kelompok atau lebih tentang sesuatu perkara yang dipersoalkan. Contoh : tidak ada perbedaan melakukan kejahatan antara wanita dan pria . Hipotesis ini diuji dengan perhitungan statistik
Jenis hipotesis mana yang dipakai adalah tergantung pada arah yang diberikan oleh kerangka teori yang dipergunakan pada penelitian yang dilakukan. Kalau landasan teori yang dipergunakan mengarah pada tidak adanya hubungan atau tidak adanya perbedaan , maka hipotesis yang dipergunakkan adalah hipotesis nihil. Sebaliknya kalau kerangka teorinya mengarahkan pada adanya hubunngan atau adanya perbedaan , maka hipotesis yang dipakai adalah hipotesis alternatif.

POPULASI DAN SAMPEL
Populasi atau universe adalah seluruh obyek , biasanya tidak mungkin menelti keseluruhannya tetapi cukup mengambil sebagian sebagai sempel. Cara ini disebut metode induktif.
Pelaksanaan Penelitian lebih dahulu ditentukan apa yang merupakan populasinya dan luas batas populasi itu sebagai daerah generalisasi serta perlu diberikan ciri-ciri dan sifat – sifat dari populasi.
Populasi tidak harus berupa manusia , tetapi dapat berupa gejala, tingkah laku , pasal perundang-undangan, kasus-kasus hukum , alat-alat pengajaran , cara –cara menyelenggarakan administrasi dan lain-lain.

Populasi ( N )

Sampel ( n )

Dokomen-dokomenresmi dari istansi-istansi 



Daftar- daftar hasil sensus


Keteranngan pejabat dan pimpinan masyarakat setempat

Teknik sampling : teknik pengambilan sampel.
Syarat sampel harus representatif dari sebuah populasi.
Populasi homogin sampel kecil sudah mewakili , tetapi untuk populasi yang hetrogin mungkin belum dapat mewakili , maka perlu dicari bentuk atau jenis sampel yang tepat.
Cara undian/lotre
Cara ordinal ( Np/BK = J.U.P /N )
Teknik Random Sampling ( J.U.S /n ) N = 1000 n = 200 . BK/Np ?
1000/ 200 = 5 . BK/Np = 5 Randomisasi dari tabel bilangan random
JENIS SAMPEL Multistag sampling
Quota Sampling
Accidental Sampling
Teknik non Random
Sampling Purposive Sampling
Double Sampling
Cluster Sampling
TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Penelitian adalah merupakan aktivitas ilmiah yang sistimatis, terarah dan bertujuan maka
Data /informasi yang dikumpulan harus relevan dengan persoalan yang dihadapi.


Data macam apa yg diperlukan ( kualitatif/
kuantitatif )
Dimana diperoleh data ( lapangan/perpusta
Sebelum pengumpulan kaan/ sumber primer/sekunder )
Data dilakukan perlu diperhatikan Bagaimana cara memperolehnya (observasi
atau komunikasi )
Berapa jumlah yang dibutuhkan /tepat

SURVEY DISEBUT JUGA KOMUNIKASI

TAK TERPIMPIN

TERPIMPIN

BEBAS TERPIMPIN

LANGSUNG

TAK LANGSUNG

BERSTRUKTUR

TAK BERSTRUKTUR

CONTOH :
1. Bagaimanakah pendapat anda mengenai taraf kepatuhan anggota-anggotamasyarakat terhadap peraturan lalu lintas ? . Berikanlah jawaban yang terinci. 
2. Mengapa anggota masyarakat mematuhi norma hukum ?
( a ) karena takut pada sanksi negatif yang dikenakan terhadap pelanggar hukum
( b ) untuk memelihara hubungan baik dengan sesama anggota masyarakat
( c ) karena norma hukum tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya
( d ) karena dengan mematuhi norma hukum , kepentingan akan terjamin
3. Agar diterima dengan baik oleh masyarakat , apakah yang anda lakukan
( a ) mematuhi norma-norma hukum
( b ) memberi hadiah

PROSEDUR PENYUSUNAN DAFTAR PERTANYAAN


interview

Bentuk Questionnaire angket

Formulasi Pertanyaan ( menentukan setiap
pertanyaan )

Menetapkan tipe pertanyaan ( terbuka, pilihan
berganda / pilihan dua )

Menyusun Pertanyaan


Susun Sistematika
Pertanyaan


Pretest



Revisi



METODE OBSERVASI

Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu observasi merupakan observasi ilmiah :

Harus didasarkan pada suatu kerangka penelitian ilmiah

Harus dilakukan secara sistematis, metodologis dan konsisten

Pencatatan data hasil harus dilakukan secara sistimatis,metodologis dan konsisten

Dapat diuji kebenarannya secara empiris


Dalam memilih pengamatan sebagai teknik untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian , peneliti perlu mempertimbangkan hal-hal sebagaaimberikut :

1. Masalah yang diteliti
2. Ketrampilan dan ciri-ciri pengamat
3. Ciri-ciri yang diamati ( pekerjaan , ekonomi , politik dan hukum ,kebudayaan dan sifat normatif )


Dipenuhi tidaknya jumlah sampling

Dapat dibaca atau tidaknya raw data

Kelengkapan pengisian

EDITINGyang perlu dicek ) keserasian ( consistency ) 

Apakah isi jawaban dapat dipahami

CODING : pemberian tanda /kode/simbol bagi tiap-tiap data yang masuk dalam kategori yang sama. Tanda berupa angka atau huruf, misalnya :
Penanya Bagaimana kesan anda terhadap kebersihan kota jepara ini ?
Jawab Bersih sekali----------------------------------------------------01
Bersih------------------------------------------------------------02
Cukup bersih----------------------------------------------------03
Kotor-------------------------------------------------------------04
Kotor sekali------------------------------------------------------05
Tidak dapat mengatakan---------------------------------------06
Tidak bersedia menjawab--------------------------------------07
TABULATING :
Membuat tabulasi termasuk dalam kerja memproses data. Membuat tabulasi tidak lain adalah memasukkan data ke dalam tabel-tabel , dan mengatur angka-angka sehingga dapat dihitung jumlah kasus dalam berbagai kategori. Kegunaan tabel antara lain adalah sebagai alat bantu analisis data dari masing-masing variabel jawaban responden yang disesuaikan dengan karakteristik dan sistematikanya.Dengan tabel akan terbaca secara jelas makna data yang telah terkumpul. 

KATEGORI TALLY FREKUENSI/ JUMLAH
01 ///// ///// ///// ///// ///// 25
02 ///// ///// ///// ///// ///// ///// 30
03 ///// ///// ///// ///// 20
04 ///// ///// ///// ///// ///// ///// ///// ///// ///// ///// 50
05 ///// ///// ///// ///// ///// ///// ///// ///// ///// 45
06 ///// 5
07 //// 4

Tabel. Tingkat kesadaran hukum Pengemudi kendaraan di Jepara ( n =100 )
NO Tingkat kesadaran pengemudi BUS BESAR BUS KECIL IZUZU TRUK Keterangan
1 Tinggi 10 10 15 5
2 Sedang 30 30 25 20
3 Rendah 60 60 60 75
Tabel .
Keadaan Tempat Tinggal Mahasiswa dan Makanan Mahasiswa INISNU Jepara (n = 210)

NO HAL Banyak jawaban Presentasi
1

2

3

4 Tempat tinggal
a. ikut orang tua sendiri
b. ikut famili di Jepara
c. indekost
d. sewa kamar&masak sendiri

Situasi Rumah
a. baik
b. lumayan/ cukup
c. kurang/ buruk

Penerangan untuk belajar
a. listrik
b. lampu petromak
c. lampu minyak

Banyaknya makan sehari
a. 2 kali
b. 3 kali
c. Tak tentu
34
21
42
113

84
108
18

155
7
48

16
165
29
16,19
10,00
20.00
53,81

40,00
51,43
8,57

73,81
3,33
22,86

7,62
78,57
13,81

TABEL.
Warga Tahunan terhadap kebersihan desanya

NO PENILAIAN Frekuensi %
01 bersih 154 10,25
02 cukup 324 20,25
03 kotor 1.052 65,75
04 Tidak dapat mengatakan 39 2,44
05 Tak bersedia menjawab 21 1,51
jumlah 1.600 100,00



Sebetulnya coding dan tabulating adalah merupakan titik mula pekerjaan analisa.
Tujuan analisa di dalam penelitian adalah menyempitkan dan membatasi penemuan –penemuan hingga menjadi suatu data yang teratur , serta tersusun dan lebih berarti. Proses analisa merupakan usaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan perihal rumusan-rumusandan pelajaran-pelaj aran atau hal-hal yang kita peroleh dalam proyek penelitian.
Interpretasi/penafsiran menjawab pertanyaan “ apa maksud rumusan itu ? “. Pekerjaan analisa bersifat mekanis dan mungkin berulang-ulang , sedangkan interpretasi lebih memerlukan daya cipta, pemikiran dan kecerdikan.

Analisa Kualitatif : atau analisa non statistik dilakukan dengan membaca tabel-tabel , grafik-grafik atau angka-angka yang tersedia , kemudian melakukan uraian dan penafsiran.
Misalnya : tentang penggunaan Bahasa Sehari-hari dari golongan Pribumi dan non Pribumi didapatkan :
Pribumi 90 % menggunakan bahasa jawa sehari-hari, dan 10 % menggunakan bahasa Indonesia.
Non Pribumi 70% mempergunakan bahasa jawa dan campuran bahasa Indonesia sehari-hari dan tidak lebih 10 % menggunakan bahasa Indonesia campur bahasa asing. Ini dapat di interpretasikanbahwa golongan Non Pribumi telah ikut berkecimpung / berasimilasi dengan masyarakat setempat. 

Dari Tabel tentang Keadaan Tempat Tinggal dan Makanan Mahasiswa, dalam hal tempat tinggal umpamanya , dapat disimpulkan bahwa sebagian besar INISNU berasal dari luar Jepara. Kebanyakan dari ekonomi kurang kuat. Dari data tentang banyak makan sehari hari , disimpulkan keadaan fisiknya diduga cukup baik , dan mungkin tidak jauh dari prinsip empat sehat lama sempurna ( dasar :78,6 % makan 3 kali sehari ).

LAPORAN PENELITIAN

1

2

6

3

7

4

8

5
9
a. Pola riset/ riset Design
b. Cara pengumpulan data
c. Sampling
d. Analisa&Interpretasi

1. data yang dihasilkan dari responden itu tidak bisa berbicara sebelum diolah sedemikian rupa, terangkan tentang pengolahan data agar data itu bisa berbicara
2. apa saja yang perlu dicek di dalam proses editing
3. apa syarat observasi agar menjadi ilmiah
4. apa yang harus diperhatikan lebih dahulu oleh seorang peneliti sebelum mengumpulkan data
5. apa fungsi hipotesis

Peminangan Adat Sunda

Bab  I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari beraneka ragam suku bangsa dengan corak adat istiadat yang berbeda satu sama lain. Salah satunya adalah suku Sunda, Jawa, Minang, Batak, Lombok, dayak, dan lain sebagainya.
Yang dikatakan sebagai “Adat” adalah suatu kebiasaan masyarakat, dan kelompok-kelompok masyarakat yang lambat laun menjadi adat itu sebagai adat yang seharusnya berlaku bagi semua anggota masyarakat, sehingga menjadi “hukum adat”.
Keaneka ragaman adat istiadat dan suku bangsa ini terjadi karena adanya perbedaan perkembangan budaya, pergaulan hidup, tempat tinggal dan lingkungan alamnya. Karena itulah di Indonesia memiliki adat istiadat yang berbeda dari satu suku dengan suku yang lain. Termasuk didalamnya adalah adat dalam prosesi Perkawinan. Sebelum berlangsungnya perkawinan, biasanya terlebih dahulu diadakan prosesi Peminangan. Dan yang akan kami bahas dalam Makalah ini adalah “PEMINANGAN ADAT SUNDA”.
Peminangan dilaksanakan sesuai dengan tradisi masyarakat setempat. Menurut Rusydy Zakaria peminang atau khitbah adalah melamar untuk menyatakan permintaan atau ajakan mengingat perjodohan, dari seorang laki-laki dengan seorang perempuan calon istrinya. Pengertian ini ditunjukan kepada suku yang menganut Patrinial (garis keturunan bapak), mengingat ada beberapa suku di Indonesia yang menganut Matrinial (garis keturunan ibu), seperti pada suku Minangkabau.
Suku Sunda merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Jawa, tepatnya adalah di Jawa bagian Barat. Suku Sunda memiliki karakteristis yang unik yang membedakannya dengan masyarakat suku lain. Karakteristiknya itu tercermin dari segi prosesi Pernikahan, System Kekerabatan, Segi Agama, Bahasa, Kesenian, dan lain sebagainya. Yang sangat dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat suku Sunda. Adat istiadat yang dimiliki suku Sunda ini menjadi salah satu kekayaan yang di miliki bangsa Indonesia yang perlu dijaga dan dilestarikan.
Pernikahan dalam Adat Sunda memiliki serangkaian acara yang wajib dilakukan. Tahap-tahap proses adat pernikahan ini termasuk didalamnya adalah “Peminangan”.
B. Rumusan Masalah:
1. Pengertian Peminangan dan Hukumnya
2. Bagaimana prosesi Peminangan Adat Sunda
3. Bagaimana batasan pergaulan setelah dilakukan peminangan
4. Bagaimana tinjauan KHI mengenai Peminangan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Peminangan dan Hukumnya
Peminangan merupakan proses awal untuk melakukan perkawinan yang akan di jalani kedepannya. Allah menggariskan agar masing-masing pasangan yang mau menikah, lebih dahulu saling mengenal sebelum dilakukan akad nikah, sehingga pelaksaan pernikahan nanti benar-benar berdasarkan pandangan dan penilaian yang jelas. Namun perlu diperhatikan bahwa peminangan belum menimbulkan akibat hukum, sehingga laki-laki maupun perempuan dapat memutuskan peminangan.
Pengertian Peminangan secara etimologi, meminang atau melamar mempunyai arti “meminta wanita untk dijadikan istri (bagi diri sendiri atau orang lain)”. Sedangkan menurut fiqih meminang atau khitbah adalah permintaan seorang laki-laki kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya dengan cara-cara yang sudah umum berlaku dimasyarakat setempat.
Hukum peminangan adalah istihbab (dianjurkan) karena nabi Muhammad SAW pernah meminang Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq, juga dengan Hafsah binti Umar bin Khattab r.a.
Jadi meminang itu hukumnya Mubah (boleh), adapun dalil yang memperbolehkannya adalah surat Al-Baqarah ayat 235, yang artinya “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sendirian atau kamu ingin menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu.(Qs. Al-Baqarah: 235). Dan adapun hadis Nabi SAW mengenai hal ini.
وعن جابر رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى وسلم (أذاخطب أحدكم المرأة , فأن استطاع أن ينظر منها مايدعوه الى نكاحها , فليفعل) رواه أحمد , ورجاله ثقات , وصححه الحاكم . وله شاهد : عند الترمذي , والنسائي : عن المغيرة . وعندابن ماجه , وابن حبان: من حديث محمد بن مسلمه.
Artinya:
Dari Jabir bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Apabila salah seorang diantara kamu melamar perempuan, jika ia bisa memandang bagian tubuhnya yang menarik untuk dinikahi, hendaklah ia lakukan”. Riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya. Hadis Shahih menurut Hakim. Hadis itu mempunyai saksi dari Hadis riwayat Tirmidzi dan Nasa’i dari almughirah. Begitu pula riwayat Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari hadis Muhammad Ibnu Maslamah.
Hadis di atas secara jelas menunjukkan perintah kepada orang untuk meminang wanita yang hendak dinikahinya dan anjuran bagi orang yang meminang, atau yang hendak meminang, untuk melihat calon pasangan yang hendak dinikahi.
Sampai disini terkesan ada anjuran, untuk tidak mengatakan sebuah perintah (sunnah) dari Rasul untuk melihat wanita yang akan dinikahi tersebut. Mengenai apa yang dilihat, telah dijelaskan Rasulullah dalam hadis yang lain.
Rasulullah SAW bersabda:
“Dari Abi Hurairah, Nabi SAW, bersabda: wanita dikawini karena empat hal. Karena martabatnya, karena hartanya, karena keturunannya, kecantikan dan karena hartanya. Maka pilihlah wanita karena agamanya. Maka akan memelihara tanganmu” (Muttafaq alaih)
Dalam perspektif Islam, peminangan itu lebih mengacu untuk melihat kepribadian calon mempelai wanita seperti ketakwaan, keluhuran budi pekerti, kelembutan, ketulusannya, kendati demikian bukan berarti masalah fisik tidak penting. Ajaran Islam ternyata menganjurkan untuk memperhatikan hal-hal yang bersifat lahiriyah, seperti kecantikan wajah, keserasian, kesuburan, dan kesehatan tubuh, bahkan hadis Rasul yang memerintahkan untuk menikahi yang subur (al-walud).
B. prosesi Peminangan Adat Sunda
Dalam adat sunda ada beberapa rangkaian acara sebelum dilakukannya suatu pernikahan. Diantaranya adalah peminangan.
Sebelum diadakan peminangan ada beberapa hal yang harus dipastikan seorang laki-laki sebelum meminang perempuan yang dikehendakinya:
1. tidak terikat perkawinan dengan laki-laki lain, atau suami sebelumnya.
2. Tidak dalam masa iddah
Masyarakat suku Sunda mayoritas adalah beragama Islam. Dan yang kami bahas dalam makalah ini adalah suku Sunda yang beragama islam.
3. Belum dipinang laki-laki lain/sudah tidak terikat dalam pinangan laki-laki lain (telah dibatalkan peminangan sebelumnya).
Hal ini merujuk pada Hadis Riwayat Imam Bukhori dan An-Nasai. Rasulullah SAW bersabda:
وعن ابن عمر- رضي الله صلى الله عليه وسلم (لايخطب بعضكم على خطبة أخيه, حتى يترك الخا طب قبله, أويأذن له الخا طب) متفق عليه, واللفظ للبخاري.
Artinya:
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu’alaihi wa sallam bersabda: “ Janganlah seseorang diantara kamu melamar seseorang yang sedang dilamar saudaranya, hingga pelamar pertama meninggalkan atau mengijinkannya”. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhori.
Peminangan dimulai dari pembicaraan orang tua dari pihak keduanya.
• Tahap Nendeun Omong
Tahap ini adalah pembicaraan orang tua kedua pihak mempelai (yang sebelumnya sudah atau belum di taaruf). Atau siapapun yang dipercayai menjadi utusan dari pihak laki-laki yang mempunyai rencana meminang seorang gadis Sunda. Orang tua atau utusan dating bersilaturrahmidan menyampaikan pesan bahwa kelak sang gadis akan dilamar. 
• Tahap meminang/lamaran/pameungkeut
Tahap meminang atau melamar ini sebagai tindak lanjut dari tahapan pertama. Proses ini dilakukan orang tua keduanya dan dihadiri juga keluarga dan kerabat dekatnya. Proses ini hamper mirip dengan yang pertama (tahap Neudeun Omong), bedanya dalam tahap ini orang tua laki-laki biasanya mendatangi calon besannya dengan membawa makanan atau bingkisan seadanya, membawa lamareun sebagai symbol pengikat (pameungkeut), bisa berupa uang, seperangkat pakaian, cincin pertunangan (pengikat), sirih pinang komplit dan lainnya, sebagai tali pengikat kepada perempuan, bahwa dia telah di pinang laki-laki tersebut. Selanjutnya kedua pihak mulai dipertemukan dan dipertanyakan keikhlasannya untuk selanjutnya merencanakan pernikahan.
Dalam tahap ini diperkenankan laki-laki melihat calon pinangannya agar tidak ada penyesalan dan peminangan berjalan atas dasar kemantapan hati keduanya. Melihat perempuan yang akan dinikahi dianurkan bahkan di sunnahkan oleh agama. Karena meminang calon istri merupakan pendahuluan dari pernikahan, sedangkan melihat calon istri untuk mengetahui penampilan dan kecantikannya, dipandang perlu untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang bahagia.
Rasulullah SAW bersabda:
اذاخطب احدكم المرأة فان استطاع ان ينظر منها الي مل يدعوه الي نكاحها فليفعل
(رواه احمد وابودودود)
Artinya:
Jika seseorang di antara kamu meminang seseorang perempuan, sekiranya dapat melihat sesuatu yang mendorong semangat untuk mengawininya, hendaklah ia melakukannya. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
C. Batasan Pergaulan setelah dilakukan Peminangan
Meskipun telah dilakukan peminangan hukum antara keduanya masih sama sebelumnya (sebelum peminangan). Karena mereka belum terikat dalam perkawinan, belum terjadi akad nikah, maka keduanya belum sah secara agama maupun adat.
Dalam adat sunda ada larangan berduaan dengan pinangan, tanpa adanya orang ketiga. Hal ini sebagai pencegahan terjadinya maksiat. Karena hukum adat tetap berlaku pada keduanya jika melakukan sesuatu yang melanggar norma adat. Hal ini sesuai juga dengan Hadis dari Jabir, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“…barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah sekali-kali menyendiri dengan seorang perempuan yang tidak disertai oleh mahramnya, sebab yang ketiga adalah setan”.
D. Tinjauan KHI (Kompilasi Hukum Islam) mengenai Peminangan
UU Perkawinan memang tidak membicarakan sama sekali tentang peminangan karena peminangan tidak mempunyai hukum yang mengikat seperti perkawinan. Namun KHI (Kompilasi Hukum Islam) mengatur peminangan dalam beberapa pasal diantaranya:
1. Pasal 1
“Peminangan adalah kegiatan upaya kea rah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dan wanita.
2. Pasal 11
“Peminangan dapat langsung dilakukan oleh orang yang berkehendak mencari pasangan jodoh, tetapi dapat pula dilakukan oleh perantara yang dapat dipercaya.
3. Pasal 12
a. Peminangan dapat dilakukan terhadap seorang wanita yang masih perawan atau terhadap janda yang telah habis masa iddahnya.
b. Wanita yang ditalak suami yang masih berada dalam masa iddahraj’i, haram dandilarang untuk dipinang.
c. Dilarang juga meminang seorang wanita yang sedang dipinang pria lain, selama pinangan pria tersebut belum putus, atau belum ada penolakan dari pihak wanita.
d. Putusnya pinangan pihak pria, karena adanya pernyataan tentang putusnya hubungan pinangan atau secara diam-diam pria yang meminang telah menjauh dan meninggalkan wanita yang dipinang.
4. Pasal 13
(1). Pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas memutuskan hubungan peminangan
(2). Kebebasan memutuskan hubungan peminangan dilakukan dengan tata cara yang baik sesuai dengan tuntunan agama dan kebiasaan setempat, sehingga tetap terbina kerukunan dan saling menghargai.
Keseluruhan pasal yang mengatur peminangan ini berasal dari fiqih Madzhab, terutama madzhab Syafi’i. namun hal-hal yang dibicarakan dalam kitab-kitab fiqih tentang peminangan seperti hukum perkawinan yang di lakukan setelah berlangsungnya peminangan yang tidak menurut ketentuan,tidakdiatur dalam KHI. 
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari makalah diatas yang kami paparkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa antara Hukum Adat, Hukum Islam, dan KHI memiliki kesinambungan. Bahwa dalam peminangan terdapat hukum dan norma yang harus dipatuhi. Baik dari agama maupun dari Hukum Adat.
b. Kata Penutup
Demikian makalah yang kami susun untuk memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester ini, semoga dapat bermanfaat. Kritik dan saran yang membangun tetap kami pertimbangan sebagai pelengkap makalah kami yang masih sangat kurang ini.